Jumat, 26 Juli 2024

 

Epilog : Oleh Usup Supriyadi

Yang Kudapati Saat Menginap Di Tiga Kamar Arsyad Indradi

Beberapa sajak Arsyad Indradi yang saya akrabi selalu berembel-embelkan (pada bagian judul) kata "Kamar." Saya sendiri tidak begitu tahu asal-muasal mengapa senantiasa menggunakan kata tersebut, dan hampir selalu mirip, misalnya, "Dalam Kamar 010", atau "Dalam Kamar 111." Ini menurut saya sebuah bentuk keaslian ekspresi dari seorang Arsyad Indradi, saya baru lihat-sejauh yang saya tahu-sajak-sajak seperti itu dalam hal judul. Dan apa yang dilakukannya adalah bagus dan sangat khas. 

Ada dua kemungkinan barangkali, pertama ialah itu menandakan sebuah sajak yang ditulis memang benar di dalam kamar bernomer sekian dan sekian. Atau kamar di situ identik dengan ruang-batin si penyair, hal itu terindikasi dalam salah satu baris puisinya dalam sajak "Dalam Kamar 230" katanya, Getar bibir:/ Tuhan/ jangan kau tinggalkan aku//. Bisa pula berarti bulan. Lepas dari uniknya judul-judul tersebut, saya akan mencoba menginap lalu lenyap dalam kamar-kamar Arsyad Indradi berikut;

Dalam Kamar 111

 Kubakar tubuhmu

Dalam pedupaan malam

Agar angananganku mencair

Jika besok mentari terbit

Tak pernah lagi menjadikan pudar kehidupan

 

Nyalamukah yang bergoyang dalam tatapan

Wanginya harum bibir pijar

Aku mendaki puncak letupan dadamu

Berpacu pada bubus asap nafasmu

 

Gerai rambut lelatu

Menguntai bara liar

Pada kamar nyala damar

Berturai menyibak kelam

 

Tubuhmutubuh tak lagi lelaki

Apa yang kau harap dari sembunyi

Inilah semata dusta semesta

 

Pada tarikan gorden penghabisan

Kau lepas burungburung di alir cahya

Dengan kepak dan kicau :

Selamat pagi wahai insan yang merindu

 

Malang 2011


Betapa alunan kata-kata yang melagu dan indah lagi menyentuh kalbu. Permainan diksinya begitu tepat, dan rimanya tidak terkesan dipaksakan. Benar-benar, natural. Jelas sekali sajak tersebut berisikan kesah hati yang dirumahkan dalam "kamar" tersebut, sehingga saya bisa memasukinya dan tinggal di dalamnya, tidak hanya itu, saya pun terhibur dengan ucapan "selamat" di akhir. Adakah pesannya? Secara singkat singkat kita semua adalah perindu, yang merindu "menyibak kelam" di "semesta" yang "semata dusta" betapa hal tersebut sesuatu yang tak bisa dibilang sakral ataupun profan. Namun, siapa saja yang melepas "burung" dalam hal ini adalah hati, ke "alir cahya" maksudnya jalan maha kuasa, maka betapapun mengerihkannya "bara liar" kita akan mendapati "nyala damar" di "kamar" mengucapkan "selamat."

 

 

Dalam Kamar 230

 

Tubuhmukah di atas tubuhku

Persis seperti dulu

Seperti akan menjadikan aku kembali berdua

 

Getar bibir memetik katakata

Yang masih jelas kau untai

Di dinding kamar ingatan

 

Begitu tulus

Dalam dosa dan doa

Tubuhmu luka

 

Aku pelita

Kehilangan cahaya

Tubuh nestapa

 

Aku berlari apakah kau disana

ke loronglorong cuma kosong ke padangpadang cuma ilalang ke batubatu cuma batu

kupetik bintang cuma kunangkunang siapasiapa cuma dusta

Setelah itu tinggal bayang

 

Tubuhmu masih di atas tubuhku

Getar bibir : Tuhan jangan kau tinggalkan aku

 

Malang, 2011

Saya menyebut sajak di atas sajak manunggaling kawula gusti atau senggama sang hati dengan sang pemilik hati. Betapa jujur penyair membuka kita dengan ungkapannya, "begitu tulus/ dalam dosa dan doa/" tak peduli "tubuh(mu) tuhan luka" kita acapkali serius dalam dosa maupun doa. Tapi betapapun ironis dan paradoksisnya manusia, yakni kita, "getar bibir" dari dalam kamar jiwa, selalu berharap agar persenggamaan antara "aku" dan sang tuhan tidak kenal selesai. secara keseluruhan diksinya pun menawan, walaupun pada baris keempat belas terlalu panjang menurut saya.

 

Dalam Kamar 045

 

Kumasuki dirimu

Tenggelam ke dasar angan

Seperti seribu tahun

Musafir gila

 

Antara bumi dan langit

Hampa semata

Engkau semata entah

 

Dalam hampa aku merindu

Dalam entah aku menyeru

Semata hanyalah cuma

 

Dirimu ternyata jika

Saat kubuka jendela negri

Jendela hati sarat mimpi

 

Yogya, 2011

 

Sajak yang ketiga yang memikat saya ini, terlihat singkat dan padat tapi begitu banyak sekat-sekat sehingga bisa melihat berbagai sisi dimensi. namun, saya menangkap bahwa sajak tersebut adalah tentang generasi penerus bangsa, ini mungkin tidak tepat. tapi saya ingin membacanya dari arah tersebut. kita adalah generasi bangsa yang penuh dengan mimpi-mimpi dan harapan yang begitu "masa depan" semua pemuda-pemudi bahkan para tetua yang masih setia tidak mau mengalah-atau lebih tepatnya masih nyari untung, di gedung-gedung yang serupa gudang di sana, kebanyakan hanya wacana "hampa semata" jika kita atau generasi yang mewacana itu tidak melakukan laku "jika" apa maksudnya dari laku jika? adalah usaha untuk mewujudkan "jendela hati sarat mimpi" tersebut. 

Saya bersyukur bisa membaca ketiga sajak Arsyad Indradi penyair yang lahir di Barabai yang menyajikan sajak-sajak yang bombai, dan begitu limbai. Mungkin itu juga karena Arsyad Indradi memang suka terhadap seni tari.

Ketiganya, bagi saya memuisi dan memuasi. lepas dari adanya kata-kata yang ejaannya tidak sesuai dengan KBBI. Saya harap Arsyad Indradi terus berkarya! dan sehat selalu. Amin. Berikut ini sajak yang bisa saya tulis dari hasil lenyap pada ketiga sajak di atas tersebut.

 

Umbai

: Kepada Penyair Dalam Kamar a.k.a Arsyad Indradi

 

umbi-umbian masihkah mudah

didapatkan di pelosok-pelosok hutan

yang menjerit-pekik anak-anak itik

di hamparan kalimantan?

 

aku melihat sebuah truk

mengangkut potongan-potongan

pohon berusia tua-lalu aku ingat

kamu berbadan pohon

 

o, banyak sungguh yang tak suka

kata bicara soal daun-daun,

embun-embun kita rabun

lalu membalurkan sabun pada tubuh

agar luruh semangat jatuh

 

tapi aku lihat kau masih setia

memanen rindu pada nyala tetabuhan

dan umbai dari penari di barabai

selalu kaupakai untuk mengajak

jejak agar ingat saat dijejakkan

 

rupanya benar

jangan tanya masih adakah

hingga nyata tak ada

tapi sebelum datang itu hilang

marilah kita menanam sekarang

 

Bogor, April 2012

 

Usup Supriyadi

Salam!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  Antologi Puisi Arsyad Indradi KAMAR Desain Cover : Alvin Shul Vatrick   Penerbit : Kelompok Studi Sastra Banjarbaru Kalimantan S...