Edisi 3
Kamar
Membakar
Aroma kamar membuncah dendam rindu
Menyulut secangkir anggur birahi dendam
Dalam kesucian malamnya malam
Bibir cangkir meletupletup
bunga api
Sebab manisnya anggur jiwa dahaga
Anggur tasbih musafir gila
Tuhan
Akan kusempurnakan hangusku
Sebab aku tidak akan bercinta dengan yang lain
Hanya kepadamu seluruh jiwaragaku
Bbaru, 2013
51)
Kamar Tidur
Aku pernah berjumpa dengan Dewi Aprodite
Ketika namaku Prommetius
Isteriku menatapku tak percaya
Aku pernah berjumpa dengan Dewi Ratih
Ketika namaku Kamajaya
Isteriku menatapku tak percaya
Aku pernah berjumpa dengan Yuliate
Ketika namaku Romeo
Isteriku menatapku tak percaya
Dan banyak lagi wanita cantik yang kusebut
Dan isteriku selalu tak percaya
Aku tidak bohong
Mari kita ke kamar tidur
Isteriku sepertinya masih menatapku tak percaya
Paginya isteriku berkata dengan manja :
Dasar penyair gila
Bbaru, 2013
52)
Kamar
Pelangi
Entah apa isteriku sering menyendiri di ujung lanting
Menatap ilungilung larut di banyu
Atau kah ada sesuatu yang mengusik hatinya
Aku berkata pada isteriku :
Kemarin aku bersama Paramita Rosadi
Kemarinnya lagi aku bersama Desy Ratnasari
Dan kemarinnya lagi aku bersama Luna Maya
Isteriku memainkan ujung bajunya dan lebih dalam lagi
tunduknya
Manakala serupa gumam kusebut sebuah nama : Sui Lan
Malam tadi tidak seperti biasanya
Kamar tidur kuberi warna pelangi
Entah apa kutatap isteriku
Di bola matanya ada mekar setangkai bunga
Birayang, 2013
Catatan : lanting = rakit tempat orang-orang mandi dan
mencuci pakaian terbuat dari
kayu atau
bambu, terdapat di tanah Banjar
ilung
= eceng gondok
banyu = ( air ) sungai
53)
Kamar
Kembang Tigarun
Entah mimpi apa kau minta kembang tigarun
Entah kemana aku mencarikan kembang spesifik itu
Orangorang tanah Banjar sudah tidak mengenal lagi
Kecuali perempuan amat tua di dusun yang jauh dari keramaian
kota
Itu pun cuma mungkin
Aku ingin lalapan
kembang tigarun
Ingin seperti nenek buyut awet muda harum dan cantik
alami
Cantik tidak karena kosmetik dan farfum
Nenek berkata : Kembang ini tumbuh tidak sembarang tempat
tumbuh di tempat yang nyaman jauh dari polusi dan pencemaran
Akan kemanakah kucari kembang tigarun
Kebun ladang sudah menjadi rumahrumah toko plaza dan
gedung
Hutan sudah gundul gunung menjadi danau daki batubara
Tak kudapat pada orangorang yang berkata : aku asli urang banua
Tak kudapat pada orangorang ramai menjadi pemangku adat
Masih kuingat kau minta kembang tigarun padaku
Kupetikan beberapa kuntum dari taman pusaka
Yang kulukis pada dinding kamar sewaktu kau masih dalam
tidur
Banjarbaru, 2013
54)
Kamar Tunggu
Entah berapa puntung rokok sudah
Menantikan kau membawaku melintas laut
Dan sebatang lagi saat kau di awanawan
Memantulkan bayangbayang di atas Spinggan
Aku tak pernah mengenalmu sebelumnya
Tetapi di dalam tidurku kita di tepi selat Palu
Satu tubuh basah oleh deburan ombak
Setelah itu kita tak pernah lagi bertemu
Dan tak letihletih kucari dalam ranjang rindu
Balikpapan, 2013
55)
Kamar Altar
Kamar ini kujadikan altar
Begitu rindunya rindu
Menembus kaca jendela
Biarkan aku jadi ombak selat Palu
Debur mendebur di pantaipantai
Menguntai semenanjung zikir
Selat Palu semakin membuncah
Membasuh ubin altar merajah kiblatmu
Meriwayatkan arung sebuah cinta
Palu, 2013
56)
Kamar
Dendam
Seperti benar sepasang pengantin
Pada malam pertama
Kita sudah berdua dalam kamar
Dalam debur Selat Palu airnya pasang
Aku tidak ingin bermimpi yang sudah sudah
Selain kesumat dendamnya rindu
Melunasinya dengan beranak pinak
Pada rahim kasih sayang
Apa pun sesudahnya
Keyakinan lebih dari segalanya
Aku lebur dalam puisi
Dalam bersigenap hakikatnya cinta
Tuhan terima kasih
Sungguh seperti benar sepasang pengantin
Pada malam pertama itu
Kau jadikan aku berdua
Palu, 2013
57)
Kamar
Pintu 5
Menunggu adalah pekerjaan yang merisaukan
Tetapi setelah kau beri aku beberapa bungkus kewaci
Aku dapat menangkap isyarat capung melayang
di ujung gerimis yang melahirkan pelangi
Berkemaslah musafir rindu
Jangan satu pun cintakasihku tertinggal
Sebelum pelangi meluruhkan warna
Demikian suaramu dalam aku terjaga
Makassar, 2013
58)
Kamar 99
Karena banyaknya fenomena tragis
sehingga sudah menjadi hal biasa
Hatinurani sudah letih dan hampa
di mimbarmimbar di forumforum
dialog, seminar, diskusi, simposium
atau pun demonstrasi
Pemimpin negeri ini
memang tidak butuh hatinurani rakyatnya
Di dinding kamar ada lukisan
Sebuah negeri tenggelam dilanda banjir
Badai yang maha dahsyat
Kapalkapal pesiar pemimpin negeri ini
penuh muatan harta kekayaannya
keluarganya dan kroninya
Kapalkapal itu pecah dan tenggelam ke dasar laut
Kurenung sembilanpuluhsembilan namamu
Maha benar firmanfirmanmu
Surabaya, 2013
59)
Bulan
Merah Di Jendela Kamar
Bulan merah di jendela Kamar
Bergegas kubangunkan tidur
Tubuh terbaring mimpi berdarah
Langkahku langkah lukamukah
Darahnya duka
setiap langkah
Di ubin lantai basah memerah
Bulan merah di jendela kamar
Berbayang kau pada samar bayang
Tak sudi pasrah dinasib merajah
Beribu langkah melangkah
Hidup mesti membangun kehidupan
mengajalkan sekalian dukaduka
bulan merah merahnya darah
Malang, 2013
60)
Kamar
Putri
Tidakkah kau mengantuk hari semakin malam
Tidak katamu harus sempurna lukisan ini
Serupa pejalan jauh menelusuri jalan
Mata menembus kaca jendela di luar kerlip kunangkunang
Terbang ribuan imaji pada jemari memadu warna
Seperti gumam : kata abah bila lolos menafsir persimpangan
jalan
di situ ada warnawarna lahir dari spektrum pelangi
Matamu pun jadi berkacakaca
Kulihat putri bidaadari kecilku menari dalam lukisan
Terpajang pada dinding kamar kasihsayang
Tulungagung, 2013
Catatan : Gadis kecilku, Putri Dikha Sahirah belajar melukis.
61)
Berpacu
Dengan Puisi
: Suyitno Ethexs,Ardi Susanti
Bus yang kita tumpangi menuju Semarang
Berteriak : Jangan tinggalkan aku
Sebab puisi kita melesat serupa kilat
Menikung dengan cepat setiap tikungan
Rumahrumah gedunggedung tokotoko
bahkan gubukgubuk di kanankiri jalan
bertanyatanya siapa gerangan si perkasaelok itu
Puisi kita menari di jalan bertikung berlubang dan
bebatuan
Tarian heroik yang akan dilontarkan
di panggung road show puisi menolak korupsi
Semarang : Indonesia berjuang
Tulungagung-Semarang, 2013
62)
Kamar
Lawang Sewu
Adakah kau di sana
Dari lawang ke lawang kususur
Menyusur setiap sketsa peristiwa kehidupan
Pada sebuah lawang
Bertanya pada orang yang jatuh dari panel
Tergeletak di lantai ubin
Pelukis yang tak terawat itu
Mengisyaratkan di antara lawang yang tertutup
Hasratku yang besar
Kuhabiskan pada secangkir blewah selasih
Yang terjepit di antara coca cola fanta dan sprite
Saat matahari di ubunubun gedung megah
Di depan bangunan antik
Lokomotif purba itu membuka lawang sejarah
Penjajah bangsa sendiri yang bikin aku muntah
Aku masih berdiri di kamar lawang sewu
Ketika kau bawa aku menyusuri tubuhmu
Sebuah kota harum dalam mimpiku
Semarang, 2013
63
Kamar
Karamunting
Tidak dengan siapasiapa
Selain percaya pada diri sendiri
Sebab karena mimpi tak selesaiselesai
Terperangkap dalam artokumulus
Tak selamanya metamorfose
Berteori pada selembar daun
Saat pergi jauh pada diri sendiri
Mencari tempat hunian
Tak siapasiapa lagi
Selain kembali pada diri sendiri
Menyemai karamunting yang sudah punah
Pada kamar yang sekian lama kosong
Bajarbaru, 2013
64
Kamar Batu
Piring
Kau bawa aku masuk ke dalam diri
Persemayaman yang kau bangun kembali
Dari reruntuhan riwayat masa silam
Meski hati risau tapi ini adalah pilihan
Dari kaca jendela kehirukpikukan zaman
Di mana tempat yang sudah berganti rupa
Dan orangorang sudah tidak lagi punya ingatan
Jangankan legenda sejarah pun tidak
Dalam kamar bunga setanggi kau bersyair
Di sanggam yang mengepul asap dupa
Tentang kelestarian kehidupan sebuah negeri
Balangan kaukah bermula kota Paringin
Aku lalu becermin pada jiwamu yang risau
Bukitbukit kehilangan tanahnya
Lembahlembah kehilangan guntungnya
Hutanhutan kehilangan rimbanya
Sungai di tubuhmu adakah lagi sungaimu
Aku belajar memahami kesumat jiwamu
Putri Batu Piring kubasuh dukaku pada bulan
Dikala kau lahirkan purnama itu
Aku bersukma seperti apa yang kau sukmakan
Paringin, 2013
65
Kamar Lembah
Bukit
Dari jendela bukit batu piring saat pagi
Kuucap salam pada bukit yang runtuh
Kudengar hanyalah aduh
Kuucap salam pada lembah yang mati
Kudengar hanyalah nyeri
Kuucap salam pada hutan yang tumbang
Kudengar hanyalah erang
Mandi dan membasuh mimpi
Mencuci dan membasuh hati
Kucari sungai di tubuhmu
Hanyalah alir airmata
Berdiri sebuah kota berbudaya
Lebih baik dari kota yang dianggap surga
Salam burungburung di pohon rindu
Kepak dan kicaunya riuh di hatimu
Paringin, 2013
66
Kutilang Di Jendela Kamar
Hanyalah sebatas jendela tak sampai
Jagat semesta cuma di mata
Anganangan sayap kepak harap
Tak terbilang lipatan kertas sudah
Yang kuterbangkan jatuh ke lantai
Jatuh tubuhku memburai
Airmata dikedalaman cinta
Di cermin malam kubangun mimpi
Kubangunkan sekalian jiwa
Seekor kutilang kertas di jendela
Kudengar kicau dikemerahan surya
Dikedalaman cinta : Kaukah maha
Malang, 2013
67
Negeriku
Indonesia
Yang maha pelukis adalah Allah
Yang maha penyair adalah Allah
Bersyukurlah kita dikaruniai nikmat
Dapat menyadur ciptaan Allah
Fathan bocah kecilku menatap waduk Wonorejo
Ia berkata : abah jika pelukis atau pun penyair
bersombong
maka ia
mendustakan dirinya sendiri
Tentu,
sayang
Fathan
bocah kecilku berkata lagi :
Abah
negeri kita sangat indah subur dan kaya
Banyak
panoramanya
Tentu,
sayang
Bocah
kecilku tibatiba bersedih
Tetapi ia
bernama Fathan
Ia
menyimpan airmatanya agar jangan jatuh
Negeri
kita Indonesia ya abah
Tentu,
sayang
Bocahku
berkata lagi : kelak Fathan menjadi pemimpin
berjiwa
Pancasila yang bukan bohongan
mengutamakan
pendidikan, menegakkan hukun dengan baik
benci
korupsi, kolusi, nipotisme, narkoba
dan
kapitalis imprealis
Tentu,
sayang
Fathan
bocah kecilku berkata :
Negeriku Indonesia
Allah maha
tahu doa kita ya abah
Tentu,
sayang
Tulungagung,
2013
68
Kamar Di
Lereng Jalan
Tak pernah lagi kudengar nyanyian itu
Di zaman globalisasi ini orangorang pada berlari seperti
dikejar katakutan pada dirinya sendiri
Seperti tak ingin masih berada pada masa purba
Bahkan menistakannya
Sebuah sungai
Masih tertulis riwayatnya
Airnya terus mengalir tak pernah henti
Rerumpun bambu di tebingnya
Semilir angin dari lereng gunung lembut membelai
Bengawan Solo
Sebuah gubuk sunyi di tepi sungai
Penghuninya merenda notasi usia renta
Sesayup lagu Bengawan Solo mengantar senja
Aku teringat Gesang
Solo, 2013
69
Di kamar 221 :
Sekuntum Mawar
Jika kau mawar
Mawarkan tidurku
Jika wangi
Harumkan mimpiku
Tapi jangan kau durikan
mataku
yang mencari terang
pada bulan mencari terang pada bintang
pada raut kelopakmu yang
mekar dimalammalamku
Tersebab aku lahir dari rahimnya mawarmalam
Kamar yang mawar
yang meronce rindu di ubin lantai
meronce segala masa
lampau lalu aku menulis riwayat mawar
menulis riwayat musafir
mawar
di dinding kamar di
pembaringan di gorden jendela
di kaca jendela
Mawar
Jika kau mawar seperti
dalam riwayat itu
Mawar
Jika kau mawar seperti
dalam rinduku
Mawar
Tuhan mawarkan mawarku
Seperti mawar yang
terlahir dari rahimmu
Yogya, 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar