Sabtu, 27 Juli 2024

 

Edisi 8

 

Cilegon : Seperti Tak Ingin Aku Beranjak

 

Matahari menyengat di ubunubun. Kaki terus melangkah

Masuk ke tembok tua. Melata di tanah lapang yang gersang

Di tiangtiang kuburan Belanda yang runtuh. Kumuh berdebu

Di Benteng Spelwijk ini membaca bukti sejarah

Kejayaan Belanda yang porakporanda

 

Pada sebuah danau Tasikkardi. Kubasuh mata kubasuh tubuh

Sepanjang permukaan danau yang kemilau. Kulabuh tubuh

Di tubuh angsa berenang menyisir wajah danau

Kupetik sekuntum teratai suntingan buat kekasih

 

Sepanjang jalan menuju perkampungan santri

Mengalun Terbang Gede mengajak kita menari

Debus seni yang magis dan Patingtung para pendekar

Di dalam kehidupan budaya di kota ini masih lestari

 

Cilegon, 2014

 

 

 

 

131

 

Kuasapkan Kemenyan Saat Balian  Mati

 

Kuasapkan kemenyan di tato sekujur tubuh digerincing gelang bawo di kalanye di karaben

di batubatu di bukitbukit di riamriam di guagua

di lembahlembah di guntungguntung sampai kepuncakpuncak gunung

Aku asapkan di ubunubun damang yang kehabisan darah di balai yang terbelah

Aku asapkan di rumah kehilangan rimba

di kubur kehidupan di mata yang menahan airmata

Kuasapkan kemenyan tersebab jantung Kalimantanku lemah berdenyut

Digemuruh mesin gergaji membabat hutan digemuruh pengangkut batubara pengangkut kelapa sawit

Aku asapkan di ruh nenek moyang yang dibantai investor asing,kavitalis, pejabat laknat

Aku asapkan yang mengalir dari hatinurani kami

Agar kau memahami tumpah darah kami

Agar kau memahami arti  kelestarian pegunungan meratus

 

Hutan rimba dijarah menjadi padang anaksima

Gunung batubara runtuh menjadi danau kubangan bumburaya

Meranti, lanan, ulin, para dijajah kelapa sawit menjadi halimatak

Dayak terperangkap dalam perangkap kabibitak

 

Kuasapkan kesabaran menyusur akar kariwaya sampai pada mata damak batang tubuh Mandau parang bungkul parang maya tersebab talimbaran pasti ada putingnya

Dangsanak kuasapkan kemenyan lantaran balian kami telah mati

 

Banjarbaru, 2014

 

 

132

 

Bunga Sedap Malam

 

Masih ingatkah, katanya, lalu menyebutkan nama

Saat di Rumah Budaya Kalimasada cuma menatap harap

Dan di Istana Gebang Blitar malam itu jadi berdua

 

Entahlah

Tapi aku melihat sebuah wajah di bunga sedap malam

Sepasang bola mata menetes di kelopaknya

Menetes bening di hatiku

 

Blitar,2014

 

 

 

 

 

133

 

Gunung Kelud : Negri Yang Malang

 

 

 

Karena menistakan kejujuran

Memberhalakan kebohongan

Terjadi bencana dan malapetaka

Berimbas pada orang yang tak berdosa

 

Negri ini apakah serupa riwayat Gunung Kelud

Orangorang seperti Dewi Kilisuci menyembunyikan janji

dan sumpahnya di balik singgasana jabatannya

Hingga Lembu Suro dan Mahesa Suro murka

 

Gunung Kelud di tanggal 14 Februari 2014 erupsi

Malam Kamis bencana yang kesekian kalinya

Tetapi adakah orangorang becermin pada malapetaka itu

Selain merundung nasib

 

Orang melupa

Kejujuran yang dinista

Negri yang malang

 

Kediri, 2014

 

 

 

134

 

Daun Jendela

 

Mentari senja

Lenyap pandangan mata

Hanya gulita

 

Membayangkan jendela ini tanpa berdaun jendela

Tak cukup kata kata selain merenung

Masuk ke dalam jiwa

Ke dalam diri yang fana

 

Kamar kehidupan

Kamar kematian

Hidup kehilangan warna

Kehilangan makna

 

Kala merenung

Pekat depan jendela

Sonder berdaun

 

Membayangkan jendela ini tanpa berdaun jendela

Jendela hati

Membayangkan apakah akan dapat bercinta lagi

Kekasih :

 

Menggali cinta
Sampai ke batas fajar

Penghuni jiwa

 

Banjarbaru,2014

 

 

 

 

 

 

135

 

Di Puncak Gunung Tidar

 

Kitab kitab suci yang disucikan itu

Tak perlu lagi sebagai landasan hidup dan kehidupan

Sebab dari jaman peradaban keperadaban

Manusia lebih pandai membuat kitab undang undang

 

Kesadaran sengaja di bunuh

Sebab pikiran nafsu pada artokumulus

Tuhan diasingkan atau pun dipenjarakan

Sebab tujuan adalah berhala

 

Semesta bergoncang

Karena sengketa manusia tak pernah usai usai

Apa yang kau cari pada derita dan sengsara

Semata pikiran nafsu yang melata

 

Kusenyawakan tubuhku pada puncak Gunung Tidar

Dan beringin tiga ratus tahun rumah ruhku

Tak ada lagi sengketa dalam pikiran nafsu

Semata nikmat hakikat cinta

 

Magelang, 2014

 

 

 

136

 

( Suatu Malam. Kutulis Haiku )

 

1.

Hanyalah satu

Walau seribu nama

Jalan membentang

 

2.

Di mana bulan

Jatuh di sudut malam

Lantera wajah

 

3.

Di tirai malam

Melukis kunang kunang

Sketsa semesta

 

4.

Jalan membentang

Lantera wajah jiwa

Semesta cinta

 

5.

Sketsa semesta

Adakah kau di sana

Lelawa terbang

 

Semarang, 2014

 

 

137

 

Lakum Dinukum Waliyadin

 

Sepanjang peradaban manusia dari poros bumi yang berputar

Perjalanan dari kutub ke kutub

Tapi manusia itu telah mengingkari dirinya

Agama cuma di luar perilaku hidup dan kehidupannya

Hanyalah kebanggan serakah dan kebencian

Dan jika mereka menegakkan  keadilan

Niscaya tidak akan saling berseteru

 

Semesta bergoncang

Lalu berkali kali kerukunan umat beragama itu dibahasakan

Di tengah tengah hiruk pikuknya ideologisme

Lalu bertasamuh dan bermuamalah

Namun pemahaman itu bersimpang jalan dari kebenaran

Dan kami sesungguhnya bukan golongan mereka

 

Telah kami tanamkan aya tayat teologi

jauh dikedalaman kemurnian umat beragama itu

sepanjang peradaban manusia

Lalu apa yang kau cari kaum sekularis, sinkretis, zionis, pluralis

Selain mungkir

Sebab dari satu titik ke titik yang lain hanyalah garis lingkaran

Tidakkah semua itu hanyalah pendustaan

Jika ideologimu jujur dan terbuka

Maka damailah di bumi damailah di langit

 

Banjarbaru, 2014

 

 

138

 

Kemunafikan

 

Tumpukan utang tak pernah terlunasi

Janji memang tipu muslihat

Suara suara yang kau pungut adalah kuitansi kosong

Untuk dimanipulasi

 

Jabatan yang diberhalakan

Berhala setiap tindakan dan perbuatan

Apa yang kau banggakan di mata tuhan

Selain kemunafikan

 

Banjarbaru,2014

 

 

 

139

 

 

Kasih Sayang Dan Cinta

 

Begitu hakikinya kasih sayang.

Tapi adakah orang menyelami sampai ke dasarnya

Lalu bersyukur atas nikmat itu

 

Jika kita mendaki imprerium cinta

Sampai ke kulminasi

Niscaya kau tak akan mendustakan ayat ayat itu

Sebab kasih sayang adalah inti dari cinta

 

Banjarbaru, 2014

 

 

 

140

 

Di Kota Tua

 

Saat kutarik gorden jendela pagi itu

Sekuntum mawar tumbuh di kaca jendela

Hatiku jatuh di seraut wajah

 

Entah apa gerangan tadi malam

Aku gagal menafsir mimpi

Tubuhku jatuh di sebuah sungai

Hanyut dan tenggelam

 

Kuusap bias gerimis rabun di kaca

Satu per satu kelopaknya lepas

Luruh di mataku luruh

Dan tinggal ranting semata

 

Pagi itu kembali aku menafsir mimpi

Sambil kupunguti kelopak hatiku

Yang berserakan di ubin lantai :

Kau kah yang membangkitkan kenangan dan rindu

 

Jakarta, 2014

 

 

 

141

 

 

Robohnya Panggung MGR

 

 

Banjarbaru jangan kau risau

Sebab puisi tak pernah roboh

melahirkan cinta dan kesetiaan

Jika MGR yang roboh

Hanyalah fatamorgana yang roboh

Mestikah risau, sayang

 

Bb,2014

 

Catatan :

MGR = Minggu Raya

 

 

142

 

 

Dalam Sujudku

 

Kunyalakan api tasbih membakar jasadku hangus

Kalbuku lelatu meletupletup zikir menyebut asmamu

Hu Allah

Malam tak lah lagi malam pun siang tak lah lagi siang

Hu Allah

Luluh jadi asap doa di tujuh lapis langit di tujuh lapis bumi

Hu Allah

Aku anak Adam yang tersesat menuju rumahmu

Hu Allah

Di pintu kun payakunmu ruhku sujud mengetuk alifmu

Hu Allah

 

Allah

Maha benar segala firmanmu

 

Bbaru, 2014

 

 

 

143

 

Di Gunung Muria

 

Orang berjenggot tafakur pada sebuah nisan

Semilir angin aroma kembang di malam hening

Masuk ke dalam altar kehidupan hakiki

Melepas segala yang fana

 

Di ketinggian jiwa

Melayang zikir batu tasbih

Puncak Gunung Muria

Bertabur ayatayat bintang

 

Hu Allah aku bersimpuh

Aku sebesar debu tanah Gunung Muria

Di bawah bulan saat gerhana

Tak kuhapus air mata

Karna belum habis firmanmu kubaca

Batu nisan di mana alamatmu

Aku nanti akan ke haribaanmu

 

Kudus, 2015

 

 

 

144

 

Montel : Gemuruh Zikir

 

Duduk semadi

Di dalam air Montel

Menyuci diri

 

Kusenyawakan jiwa pada tebing batu

Pada air yang terjun dalam hening semesta

Jatuh ke batu batu

 

Darah nadiku mengalir dialir air

Nafasku mengalun didesir angin Muria

Air berzikir di batu batu

 

Tubuh mandi gemuruh zikir

Mencuci sekalian fana sekalian yang alpa

Menyejukkan jiwa

 

Kudus, 2015

 

 

 

145.

 

Perempuan Hakikat Cinta

 

Adakah hakiki perempuan di hatimu, hai pulan

Perempuan adalah mata air yang mengalirkan cinta

Adakah kau tempatkan di kalbumu

Maka jangan kau nistakan

 

Dua ratus tahun lamanya

Adam kehilangan tulang rusuknya

Dari kutub ke kutub dari  benua ke benua

Memanggil manggil : Hawa.Hawa

Sampai ke  Jabal Rahmah

 

Apa pun perempuan itu

Karena air matanya adalah alir cintanya

Dengar sedu sedan bongkahan batu

Karena menistakan perempuan

 

Di dalam sujud

Ijinkan aku mencium ujung tapak kakimu ibu

Karena sembilan bulan sembilan hari mengandung anakmu

Karena bahasa anakmu yang tiada santun

Ijinkan aku mencium sebutir debu di atas pusaramu ibu

Amin

 

Semarang, 2015

 

 

 

 

 

 

146.

 

Kakek Tua Penjual Sisir Rambut

 

Perjanjian sewaktu segumpal darah

Maka pada saat itulah takdir pada seseorang

Dan pada hakikatnya hidup menjalani kehidupan ini

Pada jati diri, tawakal, ikhtiar dan doa

 

Di emper sebuah toko besar dari deretan toko

Kota yang hirup pikuk dengan berbagai keperluannya

Seorang kakek tua menggelar dagangannya

Menjual beberapa buah sisir rambut

 

Tentu akan  terenyuh

Jika memperhatihan apa yang dijualnya

Dalam beberapa waktu menunggu dagangannya

Berapa sisirkah yang terjual

Sementara orang berlalu lalang melintas di hadapannya

 

Dan jika kita merenung

Niat berniaga yang iklas dan ridho

Nilai satu rupiah sama nilainya dengan seribu rupiah

Sungguh Allah maha kasih sayang

 

Malang, 2015

 

 

147.

 

Ketika Kerinduan di Jendela Kamar Pagi

: Endang Kalimasada

 

Di antara sesajian di atas meja bermacam ragam

Entah apa aku memilih kuliner ini

Sedikit dicoba. Ajaib.

Satu piring penuh kusikat tanpa menghiraukan yang lain

 

Bersisa sedikit

Kuamati dan merenung

Melayang ke Borneo Selatan :

Bulanak haruankah ini ?

 

Kuliner ini dimasak dengan tepung

Sambal pemikat selera  sebagai cecapan

Dan sesayuran sebagai asisoris lauk

Ah bukan bulanak haruan aku bergumam

 

Masih jadi tanda tanya dalam kepingin

Tapi enggan bertanya pada teman  seantero nusantara

yang menyatu di rumah Budaya Kalimasada dalam sebuah kenduri seni

Duduk di bawah pohon duduk merenung dan masih bergumam

 

Ucenglap ucenglap abahabah een een olaholah

Seraya menengok ke atas sangkar yang tergantung di pohon

Seekor beo kepala  mengangguk angguk padaku

Temanteman pada heran aku mengakak sendiri

Jelas ini masalahku yang sudah tuntas

 

Waktu pamitan seorang wanita berjilbab merah jambu di pintu gerbang

Senyum yang mekar  bibir bergayut kembang Angsoka

Masih kudengar di ujung jalan celoteh sang beo : Uceng lalapan.

 

Blitar-Bbaru, 2015

 

 

 

 

 

148

 

Kamar 016

 

Maka kubaringkan tubuh

Agar tak ada lagi beban dari seraut wajah yang tersesat dari malam

Mata berupaya melukis bulan di langit langit kamar

Sebab cahaya lampu merah legam menetes netes di ubin lantai

 

Menetes netes ke denyut nadi serupa kelepak sayap laron mencari cahaya

Deru mesin bus berlalu lalang, silih berganti, muncrat di alir darah

Bungurasih disergap bayang entah perempuan malam atau perempuan pemulung

Mata nyanyar di langit langit kamar

 

Bulan

Pengen sekali cepat berbulan

Di ranjang, tubuh, pakaian yang dilucuti, seperti orok

Menatap langit langit kamar

Bulan

 

Entah apa

Aku mau tak mau harus terenyuh merasakan tubuh kaya begitu

Tubuh yang kucarkacir di seraut wajah yang tersesat dari malam

Dan sampai tiba azan subuh dan nun di timur warna merah

Kau beruntung sempat berucap : Syukur masih ada tuhan

 

Surabaya, 2015

 

 

149.

 

 

Sebuah Danau : Dendam Tak Sudah

 

Adalah cinta

Di danau air mata

Dendam tak sudah

 

Mataku berenang di wajah sebuah danau

Membaca riwayat yang terpendam dikedalaman airnya

Dikedalaman air mata cinta

 

Dendam tak sudah demikian gemercik riak ombak

Cinta yang berpaut danau persemayaman abadi

Sungguh betapa agungnya sebuah cinta

 

Bengkulu, 2015

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  Antologi Puisi Arsyad Indradi KAMAR Desain Cover : Alvin Shul Vatrick   Penerbit : Kelompok Studi Sastra Banjarbaru Kalimantan S...