Sabtu, 27 Juli 2024

 

 

Edisi 5


Kamar 221

 

Wajah lekat di dada basah air mata

Rambut menggerai duka setiap derai kata

Dekapan erat dengan pejaman mata

Kutulis setiap hembus nafasnya

 

Perempuan mana yang tiada jatuh dari nestapa

Manakala terlempar dari pintu kehidupan cinta ?

Aku berkata saat di luar kamar deru langkah kota :

Tidaklah bernama perjuangan bila tidak ada pengorbanan

 

Maka kubaringkan tubuh yang sarat riwayat itu

Di ranjang kasih sayang ditidur yang tenang

Kubuka gorden kaca jendela tampak seraut bulan

Dan setangkai bunga mekar di sana

Tangerang, 2014

 

91

Melodis Antara Cianjur - Ciamis

Jalan itu bernama Munir di pusat kota

Aktivis HAM yang dibunuh pada zaman rezim Suharto

Dan tak tuntas di zaman SBY

Tak ada pepohonan di kanan kiri jalan

Semata rumahrumah batu dan gedung

Keringat angkot yang berlalu lalang

 

Melintas waktu

Lereng Gunung Padang  mataku jadi menghijau

Dedaun pepohonan menggesek rebab

Rerumputan perdu memetik kecapi

Dan begitu takjub di semilir angin :

 

Angkatna ngagandeuang

Bangun taya karingrang

Nganggo sinjang dilamban

Mojang Priyangan

 

Hati bergetar mengenang masa lampau

Berlari mengejar bayang yang terpisah dari diri

Jiwa yang  musafir ke mana rindu ke mana langkah

Tenggelam dan hanyut mencari muara kasih :

 

Umat imut lucu,

Sura seuri nyari

Larak-lirik keupat

Mojang Priyangan

 

Mataku pun terpejam masuk dalam gemuruh jiwa

Menafsir suratan kehidupan di jejak langkah

Di matamu dalam seribu bebayang

Matamu mojang :

 

Diraksukan kabaya

Nambihan cahayana

Dangdosan sederhana

Mojang Priyangan

 

Dendang itu terus juga didengangkan angin

Lirikliriknya serupa gerimis turun antara Cianjur – Cipanas

Membungkus kalbuku di taman bunga

Teringat Borneo saat angrekanggrek itu melambaikan tangan :

 

Mojang anu donto

Matak sono nu némpo

Mun tepung sono ka

Mojang Priyangan

 

Tak bisa bicara lagi tentang Borneo

Karena lidah tak mampu lagi berucap banyak

Dalam lubang kubangan tambang dan padang ilalang

Hutan yang  telah kehilangan nyawa

Cianjur – Ciamis mataku terpejam dalam gemuruh jiwa :

 

Gareulis maranis

Disinjang lalenjang

Éstu surup nu némpo

Mojang Priyangan

 

Mojang Priyangan tersenyum manis

Bunga mekar di dalam taman

Antara Cianjur dan Ciamis

Kan kusimpan dalam kenangan

Cianjur, 2014

 

92

Seolah Olah Banjir Sudah Hal Yang Biasa

Pantura ditutup

Terjebak 36 jam pada lereng gunung

Jalan licin dan becek

Tidak kurang 25 km barisan mobil muka belakang

Serupa kurakura beringsut menapak jalan

Hujan terus berjatuhan tak henti

 

Perkampungan yang dilalui mobil bagai kerbau berkubang

melenguh suara yang serak

Entah beberapa puisi kubaca membunuh kerisauan

Sampai air liur muncrat di kaca jendela

 

Pada sebuah kota

Sawah jadi lautan dan gubuk mengapung

Rumah kantor pertokoan pasar di gigir jalan tak lagi berpenghuni

Mobilkobil serupa perahu dan ikan lele

 

Orangorang hanya mengeluh dan pasrah pada nasib

Tetapi adakah yang berpikir bagaimana dahsyatnya akibat banjir

Lalu menyadari kenapa terjadinya banjir

Sungguh eronis bila kita menyalahkan alam tak ramah

 

Dari kaca jendela mobil

Rakitrakit penuh muatan orang

Rakitrakit yang memberi keuntungan

Pada sebuah kehidupan di musim banjir

Indramayu, 2014

 

93

Rumah Fana

 

Setiap ke jendela yang  sudah lama tak berdaun

Mesti  terlihat bayang di sana

Senja yang terus saja bersenja

Dan setiap menafsir bayang itu

Matahari selalu lengser  di ufuk mata

 

Bayang itu berjalan  menghitung langkah berapa sudah

Menghitung denyut nadi di alir darah

Pada jalan yang di jalani tak pasti laratnya

Sebab tak bersebab  selalu entah

 

Menatap diri  di dasar usia

Rumah tua yang tak lagi berdaun jendela

Bayang  adalah penghuni  fana

Mesti rumah tua berumah ke perut bumi

 

Cirebon, 2014

 

94

Kamar 2 A

Sampai pada terminal bus Terboyo

Aku melompat dari bus bagai seekor katak

Hujan gemuruh pada  malam yang semakin kuyup

Pada sebuah warung yang remang aku perlu secangkir kopi

 

Dalam kamar hampir tak mengenal lagi

Siapa yang terbujur kaku di pembaringan itu

Cermin di dinding  buram di cahaya lampu lima watt

 

Entah siapa yang mengetuk pintu

Di lubang kunci mengental aroma parfom

Karena tubuhku tak ubahnya sebentuk arca sunyi

Maka kubiarkan angin melata sepanjang malam yang kelam

 

Hujan terus juga menggelucak di luar

Dan dalam padaman lampu tentu terasa nikmat

Manakala tidur  tidak menggelisahkan sebuah mimpi

 

Semarang,2014

 

95

Kubaca Puisi : Ke Batas Cinta

Memanjat tiang kehidupan di puncak Gunung Tidar

Menyibak awangemawan dari langit yang muram

Jangan kau sembunyi jika kau adalah yang bernama cinta

Yang diam bersemayam di lubuk hatiku yang dalam

 

Kubaca puisi kubaca s’luruh isi jagat mimpi

Kubaca setiap angin semilir dari alir nafasku

Menapak lereng rindu tak letih memburumu

Sampai ke batas  langit yang biru

 

Tersenyumlah sebab mesti tersenyum

Lereng dan tiang adalah tubuh dari ruh yang melayang

Melayang.  Kubaca puisi

Gunung Tidar seribu diam, diam diam memberi hakiki kehidupan

Magelang, 2014

96

Saat di Sebuah Kamar 097

 

Segelas anggur

Kamar berupa rupa

Di bayang malam

 

Cahya yang melayang di pelupuk mata

Serupa kelap kelip kunang kunang

Menyisir sepanjang jalan impian

 

Angin rerimbun daun mengkudu

Serupa tangis bayi kehabisan susu

Melata di ubin lantai

 

Ke masa lampau

Malam sepi mendesau

Kesumat risau

 

Aku tak berdua lagi pada diriku

Denyut jam dinding terasa kian nyaring

Dan kamar kian berganti rupa

 

Di dinding kamar bayang bayang

Melukis jejak berlari kencang

Ada sekali angin mengetuk lawang

 

Segelas anggur

Menutup pintu malam

Kamar impian

Purwokerto, 2014

 

97

Yogya, 1979

 

Tak pernah bermimpi atau pun berhayal

di candi Borobudur ini bersua dengan seorang wanita

yang sesungguhnya sebelumnya belum pernah aku kenal

Jujur di hati ini sudah lama ditinggalkan penghuninya

Sedikit pun tak ada lagi nuansa dan rasa yang bernama romantisme

Kemudian entah apa aku terperangkap dalam sebuah pelaminan

Kemudian sesudah itu aku bertakdir mencoba untuk memahami arti dan hakikat sebuah cinta

Sampai pada beranak pinak

 

Yogya, 2014

 

98

Cermin di Segelas Anggur

 

Terperangkap dalam segelas anggur

Akal pikiran tenggelam di arus manis

Kehidupan dunia cuma semata

Nafsunafsi 

 

Nista

Kulihat tubuhmu semakin rapuh

Tongkat adalah tulang belulang

Tangan adalah mata

 

Merabaraba mencari tubuhmu

Dalam kelapnya kalbu

 

Beri aku terang bila masih pantas ya rab

Kembali ke ayatayatmu

Kembali kehakikat manusiaku

 

Surabaya-Malang, 2014

 

99

Kamar Rumah Bambu

 

Sudah lama tidak mendengar beduk

Tetapi setelah berada di dusun ini

Suara bertalu sangat menyentuh hati

Lembut syahdu tentram dan damai

 

Di mana beduk

Tak terdengar lagi

Jiwa yang syahdu

 

Banyak masjid atau pun surau melupakan beduk

Berganti dengan suara sirine

Acap kali aku dikejutkan suara sirine itu

Kusangka suara mobil ambulance atau mobil pemadam kebakaran

 

Sejauh tatap

Petang di kala hening

Mengaca diri

 

Duduk di beranda rumah bambu

Petang memberi warna jambon dari puncak gunung dan turun ke lembah serupa geliat ikan arwana di telaga biru

Dan hening menanti magrib dan tampak dari tebing batu air pancuran

air memancur kemilau iman

 

Di gema beduk

Kusempurnakan wudhu

Pancuran iman

 

Dusun Pancur 13, 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  Antologi Puisi Arsyad Indradi KAMAR Desain Cover : Alvin Shul Vatrick   Penerbit : Kelompok Studi Sastra Banjarbaru Kalimantan S...