Sabtu, 27 Juli 2024

 

Edisi 4

 

 

 

Saat Menunggu Kereta Api

 

Di stasionsunyi. Sepi gemuruh di hati

Semata gelap. Senyap. Tak ada secelah pun tersisa

Tubuhtubuh adalah rongsokkan relkeretaapi

Bergelantung lawalawa. Memintal malam buta

 

Menyusur dinding sunyi . Mata kehilangan kota

Katakata cuma debu fatamurgana. Rumahkardus

Leleh nafas orangorang berselimutmimpi

Penghuni mencari negerinya. Entah kemana

 

Menunggu puput perhentian waktu. Luput

Masih juga gemuruh itu tak usaiusai. Renyai

Merenung bayang ditelan malam. Kelam

Rumahgerbongsunyi . sesungguhsungguhnya sunyi

 

Sekali lagi menunggu puput itu berbunyi

Pada secangkir kopi yang hitam mengental

Waktu merayap dari bangku kebangku

Persis seekor ular di ujung stasion waktu

 

Purworejo, 2013

 

 

 

71

 

Di Stasion Kutoarjo

 

Tidak menjadi bosan menunggu jam satu malam

Secangkir kopi di café Neng Iyem mata jadi melek

Melirik lionting yang tergantung di leherku

Aku suka Batu akik, katanya

Borneo kaya akan batu permata

 

Waktu terus juga berjalan, kulihat

Matanya mengaca : Seandainya aku di Borneo

Aku akan mendulang, katanya

Mendulang cinta, kataku. Dia tersenyum sipu

 

Sesayup puput Prameks di  keheningan malam

Stasion Kereta Api Kutoarjo sontak terbangun

Ular yang melata mendesis di rel pintu keberangkatan

Sisiknya yang hijau membuka lebar

 

Dari kaca jendela

Neng Iyem serupa setangkai bunga

Aku membaca lambaian tangannya

Liontin akik tergantung di lehernya

 

Purworejo,2013

 

 

 

 

72

 

Payung Di Tirai Hujan

 

Di dalam tirai hujan

Berpayung menapak jalan

Bibir merah tumpuan harapan

Berhenti di halaman sebuah hotel

 

Kota berselimut sepi

Lampu jalanan kian buram

Kembali menapak sebuah jalan

Di bawah payung di dalam tirai hujan

 

Hanyalah sebuah payung

Mengantar jalan kehidupannya

Senyum dan tawa adalah pahit dan getir

Perempuan itu terus berjalan hilang ke balik malam

 

Malang, 2013

 

 

 

73

 

Waktu Senja Lewat Kaca Jendela Selembar Daun Lepas Dari Ranting

 

Terdengar jerit

Melayang layang ditiup angin

Dan jatuh ke tanah basah

 

Adalah selembar daun

Selembar daun

Kudengar diriku mengaduh

 

Paringin. 2013

 

 

 

 

 

 

 

74

 

Kamar 104

: Merlin

 

Setelah itu kau padamkan lampu

Lalu membaringkan tubuh di tubuhku :

Akan kulahirkan anak puisi

Bawalah jauh ke dalam musafir mimpi

 

Lalu kita pun mendaki gunung Bromo malammalam

Di bawah gugusan bintang dan seraut bulan

Lalu membiarkan tubuh rebahan di puncak berumput hijau

Agar mengerti hakikat cinta sesungguhnya

 

Setelah itu di setiap ujung daun di tubuh

Menetes embun kasih sayang

Sejuk di alir tarikan nafas dalam bersitatap

Kita pun metutup riwayat malam

Bening di cermin kaca jendela

 

Purwosari, 2013

 

 

 

75

 

 

Dalam Kamar Ini Kutulis Puisi

 

Sudah berapa kali kami sampaikan

Pada setiap hari guru

Tapi kalian menjawab tunggu

Dan kami selalu sabar

Kalian hibur dengan kata kata :

Pahlawan tanpa tanda jasa

Kalian buai dengan hymne guru

Dalam segudang program dan proyek

Tapi kalian melaksanakannya ecek ecek

 

Kalian siasati menyejahterakan guru

Memberi kami sampai golongan empat

Pangkat jenderal ternyata setara kopral

Kalian siasati dengan sertifikasi

Tapi diam diam kalian pangkas di sana sini

 

Setiap ganti menteri

Kami selalu kehilangan keseimbangan

Sebab silabus dijadikan kelinci percobaan

Pendidikan moral kalian sepelekan

 

Kami terperangkap pemerintahan otonomi

Karena kepentingan kalian 

Kalian beri kami pemimpin bukan ahlinya

Tak beres etos kerjanya

Setiap kami ingin bertemu kalian

Birokrasi duri duri jalan

Sungguh kami mudah bertemu tuhan

Kalian tak pernah mengerti perjalanan pasti ada perhentian

 

Pati, 15 Nov 2013

 

 

 

76

 

Ada Damai : Pati-Surabaya

 

Antara Pati-Surabaya

Bus meluncur dengan cepat

Penumpang penuh sesak sampai bergelantungan

Seorang ibu muda terjepit ketika bus menikung jalan

Anaknya dalam gendongan menjerit ketakutan

Sepanjang jalan anaknya menangis dan ibunya kepayahan

 

Entah apa aku berdiri dari kursi

Dan menarik ibu muda itu agar duduk di kursiku

Dan entah apa aku merasa suka bergelantung

 

Di kanan kiri jalan

Rumahrumah, pepohonan dan perkampungan

Serupa bayang bayang dilintas dengan cepat

Aku lalu baca puisi berpacu dengan kecepatan bus

 

Dalam kehidupan waktu yang berlari meninggalkan jejak

Langkah setiap saat dapat merubah nasib dalam garisan takdir

Sebab hidup bukanlah sewaktu mati

Dan mati sewaktu hidup

 

Antara Pati-Surabaya

Antara gemuruh jalannya bus

Kudapatkan kedamain hidup dan kehidupan

Dalam tarikan nafas seorang bayi yang tertidur pulas

Dalam pangkuan ibunya

 

Pati-Surabaya, 2013

 

 

77

 

Kamar 015

 

Kamar ini begitu remang

Agar bulan masuk kusingkap gorden jendela

Namun percakapan ini belum selesai

Bulan sudah di balik awan

 

Dinding serupa bongkahan sunyi

Dan meleleh di ubin lantai

Melanjutkan percakapan ini

Kembali saling bersitatap

 

Music diskotek di ruang sana

Dan gaduh terminal bus

Mencari celah masuk kamar

Kamar seisi remang

 

Bersitatap raga dan jiwa

Musafir yang tiada letih

Menapak jalan kehidupan

 

Bungurasih,2013

 

 

 

78

 

Kamar 112 : Kali Brantas

 

Selepas bulan di awan

Aku terjun ke Kali Brantas

Serupa ikan lele berenang

Dan menyelam masuk ke rahimnya

 

Melunas kerinduan yang mengganjal di hati

Tak usaiusai dalam perjalanan batin

Tubuh yang jatuh bangun tubuh yang berdaki

Dunia cuma selalu entah

 

Selalu entah

Menjadikan detak waktu semakin peot

Semakin jauh yang bernama engkau

Lari ke warna merahnya  senja

 

Melebur diri :

Jiwa yang tak ubahnya balingbaling angin

Dalam hembusan nafas

Dalam alir darah

 

Bulan jatuh di kamar di pembaringan jiwa

Kali Brantas adalah seorang ibu yang santun

Melahirkan anak puisi

Anak musafir

 

Malang, 2013

 

 

 

79

 

Kamar Pulang

 

Kehilangan keperempuanan di antara rindu dan dendam

Hidup yang membantai kehidupan dari ranjang ke ranjang

Dan senyum hanyalah pertaruhan nilai tubuh semata

Yang menyembunyikan perihnya airmata dari tetesan dosa

 

Hari selain sesal rindu membuncahkan tempat kelahiran

Perihnya jiwa adalah tubuh yang semakin meluka usia

Alir nafas kembali mencari jalan di jalan kota yang batu

Menuju hakikat diri yang terbuang jauh dari diri sendiri

 

Ingin perempuanku seperti perempuan yang lain

Kubuka jendela jiwa dan doa membasuh jalan arah

Di ubin lantai airmata sajadah membuka matahati

Pulang ke rahim diri dan akan kulahirkan kembali


Sidoarjo, 2013

 

 

80

 

Kamar 00

 

Apatah dicari mendulang malammalam

Jika impian hanyalah batu karaha dalam dulangan

Lubang tak dapat lagi diduga dalamnya galian

Apatah peluh dapat membasuh lusuhnya tubuh

 

Kota yang pernah dibangun dari tulang belulangmu

Tak perlu sejarah karena orang telah melupakan ingatannya

Sejauhjauh memandang monumen di pusat kota

Berhala penguasa yang pernah berkuasa

 

Aku tak pernah lagi membuka jendela malam malam

Kamar yang kau berikan banyak memberi arti kehidupan

Hakikat diri dari setiap lenggang dulangan

Kotaku kota yang cuma elok namanya

 

Banjarbaru,2013

 

 

 

81

 

Kamar Meditasi

: ultah

 

Tak perlu menyentuh perkara lain

Kecuali merenung asalmuasal

Khatulistiwa di poros bumi berputar

Kejadian siang kejadian malam

Pun gelap pun terang

 

Tak perlu menyentuh bahasa dusta

Jika kebenaran dalam kejujuran

Hakikat sangkar adalah tubuh

Hakikat burung adalah ruh

 

Maka seleburleburnya aku pun lebur

Ke dalam tubuh ke dalam ruh

Dan pada saatnya kau buka pintunya

Maka aku pun terbang keasalmuasal

 

Banjarbaru,2013

 

 

 

 

82

 

Kamar Pusaka

 

Kur sumangat pusaka banjar

Direndam arus zaman

 

Aku kehilangan juriat

Kehilangan ruh tanahbanyu

 

Kucari urangbahari dalam diri

Kubangun kerajaan hatinurani

 

Aku bersultan pada akal pikiran

Adatbudaya mesti diluhurkan

 

Di kamar jiwa singgasana cinta

Kindai katahati anak banua

                                                          

Banjarbaru,2013

 

Catatan :

Kur sumangat = ucapan doa agar selamat

Kindai : Lumbung

Banua : negeri tumpah darah

Tanahbanyu : Banua Banjar

Urangbahari : nenek moyang

 

 

 

83

 

Kamar 353

 

Kalau sudah dalam garisan takdir

Nasib adalah sebab akibat

Di mana meletakkan akal pikiran

Di dalam hidup dan kehidupan

 

Berada di kota ini

Seperti membaca diri dalam ranah kehidupan

Ekplorasi dalam sebuah perjalanan

Kata syukur yang mesti diucapkan

 

Sebuah kota

Tanah melayu yang gigih mempertahankan adat istiadat pusaka

Di hiruk pikuknya orangorang bergegas mengejar zaman

Tak Melayu Hilang di Bumi

Aku teringat Tengku Nasyaruddin Effendy

 

Merenungi rawi kapal Lancang Kuning

Merenungi seorang Zubaidah pengorbanan membela negri Bukit Batu

Bukan semata mitos melayu tetapi merenungi nilai filosofinya

Merenungi tragisnya akibat perbuatan paling keji bernama  fitnah

Merenungi garis takdir dalam sebuah terjadinya nasib

 

Kota ini serupa tanah Banjar sebuah negriku

Waktu pagi kubuka jendela :

Batang paikat balilit di kayu

Burung sarindit tarabang lapas

Adat istiadat tanah melayu

Pingkuti pisit jangan talapas

Pekanbaru, 2013

*** paikat = rotan

       pingkuti = pegangi

 

84

 

Guest House  05  

 

Gunung Kelut diselimuti kabut dan awan

Diam seribu basa bagaikan arca raseksa

Namun di suatu saat di dalam tubuhnya

Lembu Suro dan Mahesa Suro kembali murka :

Erupsi

 

Pada bulan suro

Dewi Kilisuci menyembunyikan diri

Jauh ke gugusan mayapada dan gumpalan

asap pedupaan Larung Sesaji

Orangorang pada berkidung doadoa tolak bala

Condro Sengkolo

Orangorang pada menjadikannya objek wisata

 

Maka tidak lah baharu alam sekalian

Jika semua ini tidak ada terjadi atas kejadian

Di dalam renung, kureningi

Fitnah, penghianatan, wanita, tahta dan harta

Adalah malapetaka :

Kehancuran

Kediri,  2013

 

85

Kamar 115

Entah apa kamar ini terasa nuansa mistis

Gunung Lawu di kaca jendela

Di lerengnya hutan rindang beraroma dupa

Dan membatin ini kah Alas Ketonggo

 

Menyusuri jejak

Alas yang mengandung misteri

Sampai pada Watu Gede

Jalan menuju alam lain

Entah apa aku ingin masuk ke dalamnya

 

Aku masuk ke dalam kalbu

Di mana alam zahir dan alam batin

Di mana alam nyata dan alam gaib

Berpadu dalam jati diri

 

Pagi begitu cerah

Di kaca jendela, mengalir Kali Tepuk

Adalah dua muara sungai

Terasa nyaman mengalir ke dalam kalbu

Ngawi, 2013

 

86

Di Balik Jendela Kereta Api

 

Antara Jakarta – Malang :

Aku tak mendengar lagi suara roda kereta api

Tapi suaramu yang gemuruh di sepanjang rel

Menghitamkan kaca jendela

 

Antara Jakarta – Malang :

Yang maha pelukis adalah Allah

Apa yang kau sombongkan hai pelukis ?

Yang maha penyair adalah Allah

Apa yang kau sombongkan hai penyair ?

Yang maha bertutur adalah Allah

Apa yang kau sombongkan hai sastrawan ?

 

Antara Jakarta – Malang :

Bersyukurlah kita dikaruniai nikmat

Dapat menyadur ciptaan Allah

Jkt-Mlg,2013

 

87

Negeri Tikus

Di negeri ini banyak sekali tikus
Orang yang tak tikus ikutan menjadi tikus

Ya iyalah

Emangnya kenapa tuan

Tuan itu serupa bergumam :

rumahtikus kursitikus mobiltikus pesawattikus pasartikus tokotikus plazatikus jalantikus listeriktikus pabriktikus

gedungtikus kantortikus pejabattikus pemimpintikus partaitikus politiktikus caluntikus pemilihantikus suaptikus amploptikus janjitikus bohongtikus omongkosongtikus pelesertikus banktikus duittikus

sidangtikus pengadilantikus hakimtikus jaksatikus advokasitikus polisitikus penjaratikus programtikus proyektikus pajaktikus dagingtikus 

 

Selamat datang tuan di negeri tikus

bersenangsenanglah tuan

ada hoteltikus villatikus pelacurtikus artistikus ranjangtikus restorantikus wismatikus  komplektikus perumahantikus buat isterisimpanantikus tuan pendidikantikus tvtikus videotikus kotatikus kampungtikus rumahsakittikus dakwahtikus kapitalistikus

 

Tuan itu tak habis menyebutnyebut tikustikus

Terakhir mampunya menyebut : virustikus

Ya  ya tuan harus ada : racuntikus

 

bbaru,2013

 

88

Kamar 305

 

Seorang gadis

Kehilangan mahkota

Kota Jakarta

 

Teringat Kali Ciliwung yang mengalir tenang dan jernih

Gadisgadis Betawi bersenda gurau mandi bersiraman ada yang menimba air

ada yang mencuci pakaian

Dan aku serupa Jaka Tarub di balik rerumpun perdu menahan nafas yang memburu

Angin semilir yang menembangkan lirisliris tentang asal usul Sunda Kelapa

Yang melahirkan gadis perawan

 

Gadis perawan

Bunga di embun pagi

Mekar mengharum

 

Zaman terus berjalan mengubah segala bentuk peradaban

Dan aku tiada mengenal lagi nuansa asri kehidupan

Hanyalah aroma parfom dari gedung menjulang, rumah arsitek lain

Jalan yang berlalu lalang gairah nafsu duniawi

 

Gairah nafsu

Duniawi semata

Ke mana langkah

 

Aku telah kehilangan dan letih di halaman istana dan gedung parlemen

Orangorang tak ubahnya ular melata setiap denyut  jantung metropolitan

Aku telah kehilangan sejarah dari kebenarankebenaran

Dalam gemuruh seribu rupa

 

Seribu rupa

Yang kehilangan aura

Kota Jakarta

Jakarta,2013

 

89

Kamar 000

Sebuah rumah bernuansakan dunia lain dari pada dunia yang lain

Dibangun dengan kekayaan batin gairah cinta kehidupan jiwa

Arsitek lokalitas mencerminkan peradaban manusia yang beradab

Sebuah rumah sebagaimana dunia yang memiliki keindraannya

Dunia persis dalam duniaku

 

Rumah sebagaimana seorang bayi yang bersih dan elok

Walau di luar sana berlalu lalang orangorang korupsi

Orangorang yang bergelumang dengan nafsu birahi duniawi

Di sudut kota yang tenang damai jauh dari segala sengketa manusia

 

Menakjubkan sebuah rumah, Rumah Dunia

Jiwa yang melukis langit jiwa yang membusur bianglala

Jiwa yang berkisah tentang hidup dan kehidupan

Jiwa yang menuangkan atas nikmat dan rakmat tuhan

Dan sungguh tak habis kata di lembar ucap

 

Banyak orang yang melupakan kemurnian cinta melainkan serakah

Malam itu Rumah Dunia bertabur bintang bulan sempurna purnama

Di serambi cinta dua cangkir kopi melunas kerinduan

Gol A Gong, sapaku. Saling cerita tetang agungnya cinta

Damainya ikatan batin dalam sebuah Rumah Dunia

 

Serang, Banten,2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  Antologi Puisi Arsyad Indradi KAMAR Desain Cover : Alvin Shul Vatrick   Penerbit : Kelompok Studi Sastra Banjarbaru Kalimantan S...