Edisi 9
Fenomena
Cinta
Kasihku jika
Terajal di hatimu
Bukanlah takdir
Perjalanan hidup dan kehidupan sebuah cinta
Terkadang terjadi fenomena yang dramatis
Peristiwa yang tak terduga pada endingnya
Cinta terkubur
Bukan suatu takdir
Semata sudah
Di kala pagi mentari yang bercahya indah
Di ranting ranting pohon kehidupan
Burung burung berkicau alangkah merdunya
Nyanyian tentang hakikat cinta
Aku berada
Dalam ada tiada
Ruang yang hening
Bengkulu, 2015
151.
( Senryu Memo Untuk Presiden )
1.
Amanat rakyat
Sangat mudah terlupa
Nafsu ambisi
2.
Janji dan sumpah
Lunas dilaksanakan
Kau lah pemimpin
3.
Jiwa membangun
Demi rakyat dan negri
Pemimpin kamil
Lubuklinggau, 2015
152.
Bumi Sebiduk Semare
Persis seperti dalam perjalanan usia
Hingga sampai di hari senja ini
Eksplorasi dari setiap
perjalanan
Tak lepas dalam catatan kehidupan
Jejak langkah di mana panggilan jiwa yang membuncah
Untuk memberi makna dalam hidup dan kehidupan ini
Begitu bening matamu dalam lambaian tangan
Sebuah bumi nan jauh di mata
Menuju impian jalan berkelok mendaki dan menurun
Nikmat dan menyenangkan seperti gairah dalam bercinta
Kemesraan pebukitan kemesraan tebing kemesraan hutan dan
lembah
Derai rambutmu menyentuh dadaku setiap hembusan nafas
angin
Tak mampu berkata banyak sebab tak habis dikata
semalam dua
Sebab tirai Air Terjun Temam membungkus jiwaku dengan
keasriannya
Dan terjun ke Watervang serupa ikan gurami bercanda
dengan bebatuan
Kau peluk aku dengan mesra manakala di bawah pepohonan
nan rindang
Hari ini aku belajar menyelami arti wong kito linggau
Bumi sebiduk semare Lubuklinggau di lubuk hatiku yang
terdalam
Memandang bukit Sulap memandang rona wajahmu
Seperti tak ingin beranjak pulang, sayang
Lubuklinggau,2015
153.
Kamar 315
Entah ke mana tubuh akan dibaringkan
Kamar beraroma
malam metropolitan
Jiwa kehilangan nafas di sekujur tubuh
Meleleh di ubin lantai
Ribuan rupa duniawi dari langit langit kamar
Di cahya lampu yang merah temaram
Tubuhku di tubuhmu mencari nafas
Jiwa yang tersesat di pembaringan
Pintu kamar yang tak berkunci
Aroma malam metropolitan masih di kamar
Kubetulkan jarum jam tepat di jantungmu
Agar zikir berdetak sepanjang malam di tubuhku
Jakarta, 2015
154.
Kamar 03
Karena lama tak berjumpa pelukan dan ciuman kasih sayang
Riwayat masa silam yang lahir dari lereng gunung Batu
Benawa
Air susu yang mengalir dari tubuh pepohonan para dan
sawah
yang luas membentang menjadikan darah di tubuh kita
Buncahan rindu menyusur sepanjang jalan
Dan suasana yang sejuk dari denyutan jantung kota
Membangkitkan kenang lemak manis kehidupan masa kanak
Masih terdengar dalam ingatan teriakan kecil mengejar
buah mahoni
yang pecah berderai jatuh melayang serupa baling
baling kecil ditiup angin
Harum mewangi anggrek merpati yang bergayut di setiap
pohon
Adalah hembus nafasmu di setiap kita menapak jalan
naiknya fajar pagi
Dan dedaunan yang menjuntai embun kemilau jambon cahayanya
Di tanah rantau rindu manakah yang tak membuncah di
kaca jendela ?
Di antara rumah perkantoran dan pertokoan yang megah
pertamanan yang indah
dan tugu yang menjulang rindu itu mencari sungai kala lampau teman bermain
tempat membasuh tangis. Entah kemana
Dan tidak ada tempat untuk bertanya. Mata mengaca
Kasihku
Aku masih ingat begitu elok didengar orang berkata :
Ini lah Bandung Borneo
Kau tersenyum manis semanis apam yang terbungkus rapi
dalam kemasan
Barabai, 2015
155.
Sungai Tapin : Kurindukan Riwayatmu
Sungai Tapin sungai serupa laut airnya jernih dan bening
Air yang lemak manis sumber kehidupan anak negri
Sungai yang mengaliri sawah yang setiap tahunnya
memberikan
limpahan kindai limpuar
Dari gigir sungai menatap arus yang mengalir
Terdengar sesayup tembang mengisahkan sebuah riwayat
sungai :
Riwayat Si Balahindang Sungai Tapin di Rantau
Asalnya urang bahuma subuh turun ka batang
Niat handak mancari iwak gasan makan hari ini
Iwak kada didapati nasibnya malang
Di dalam riwayatnya hanyalah sebiji telur yang besar
didapat
Tatkala telur itu menetas lahirlah seekor naga putih
Sungai menjadi meluap maka berenanglah naga itu ke laut
Nampak di langit membentang spektrum yang kemilau
Naga putih sedang berlaga dengan naga habang
Dari gigir sungai menatap arus yang mengalir
Airnya yang kini keruh dan dangkal
Anak negri yang tak pernah lagi tahu tentang riwayat ini
Dan tak pernah peduli keasrian dan kelestarian sungai
Karena diseret berputarnya roda zaman
Dari gigir sungai menatap arus yang mengalir :
Tapin aku merindukan riwayatmu
Rantau, 2015
156.
( Kepada sahabatku “ Yanty Tjiam “
Telah pergi abadi )
1.
Langit kelabu
Mataku berlinangan
Jatuh gerimis
2.
Burung yang terbang
Keluar dari sangkar
Pergi abadi
3.
Tirai gerimis
Rabun kaca jendela
Tulis namamu
4.
Di altar malam
Bintang bintang berkelip
Semua ikhlas
5.
Kupetik gitar
Di tangga gregorians
Dupa requiem
6.
Bunga kemboja
Irisan dari hati
Tanah pusara
7.
Tidurlah tenang
Nyanyian doa kudus
Bangun di surga
( Temanmu : Arsyad Indradi
Banjarbaru Kalsel Indonesia.2015 )
( To my best friend "Yanty Tjiam"
Has gone forever )
1.
Gray sky.
My eyes with tears.
falling drizzle
2.
Flying bird.
Out of the cage.
go immortal
3.
Curtain drizzle.
Blurred glass window.
Write your name
4.
The altar nights
Stars twinkling.
All sincere.
5.
I picked the guitar.
The stairs Gregorians.
incense requiem
6.
Potpourri.
Slices of the heart.
ground tomb
7.
Go to sleep quietly.
Chanting sacred.
Waking up in paradise
( Your friend: Arsyad Indradi
Banjarbaru Kalsel Indonesia.2015. )
157.
Membasuh Hati Memfitrah Kalbu
Belajar pada perahu tumpeng di alun ombak laut
Yang melayarkan kata bersyukur tanda terima kasih
Sedekah kepada laut sumber yang melimpahkan rejeki
Maha kasih sayang Allah kepada hambanya
Siapa pun tiada yang mampu mendustakan
Kenikmatan dan rahmat itu yang tak berhingga
Jika orang yang melakukan korupsi itu beriman
Tentu akan menyadari betapa besar nilai sedekah
Di makam Sunan Kalijaga tafakur masuk ke dasar jiwa
Sudahkah bersedekah sebagai fitrah diri
Kehidupan dunia adalah fana berdebu serakah nafsu
Sudahkah membasuh hati
sebagai fitri kalbu
Belajar pada perahu tumpeng sedekah laut
Laut adalah kehidupan jiwa yang mengombak
Ombak adalah tarikan nafas alunan hidup
Wallohul Muwafiq ila aqwamith Thariq
Demak, 2015
158.
Kandangan Kotaku Manis
Menanjak rakit bambu membawa rejeki
Sungai Amandit dalam jernih airnya
Tempat melabuhkan jantung kehidupan
Dari hulu menghilir sambil berdendang :
Bukit meratus tanah pusaka
Tanaman subur si kayu manis
Tempat kelahiran tak kan terlupa
Kota Kandangan kotaku manis
Sebuah kota melahirkan para pejuang
Dalas bakalang tanah manyarah kada
Amuk Hantarukung mencatat sejarahnya
Teringat sepanjang masa
Berjalan menuju Loksado
Sebuah dusun yang asri dan lestari
Dayak yang ramah hidup yang damai
Tentram menjaga adat pusaka budaya
Loksado berwajah panorama
Sketsa hutan, bukit, lembah dan sungai
Dodol dan ketupat Kandangan jadi impian
Kota Kandangan kota kenangan
Kandangan, 2015
159.
Gunung Matah : Tetirah Jejak Langkah
Adalah gunung berangin dan berawan
memandang lurus tampak di bawahnya
bentangan laut mendebur pantai
dan lembah bergaris sungai
Di puncak
Langit yang senantiasa berubah warna
Dan pepohonan tebing bebatuan
dan hunian burungburung
Tak lagi mengenal musim
Kutemukan sebuah ruang sepi dan sunyi
Tempat merebahkan diri
Mengenang masa lampau
dan menafsir masa akan datang
Tempat membaringkan impian
Menyirami kekasih yang tumbuh di hati
Siraman kasih sayang agar tetap mekar dikala layu
Bercumbu dengan kata-kata yang paling sederhana
yang paling ia pahami
Demikianlah sebuah ruang itu
gunung Matah adalah jiwaku
tetirah jejak langkahku
Pelaihari, 2015
160.
Tongkat Putih : Mata Hati
Tak pernah tahu
apakah malam apakah siang
Hanya yang tahu gelap
Tapi bagi yang lain
gelap tiada cahaya yang terang
Gelap itu terang
Gelap bilamana tidur
Terang bilamana terjaga
Di tugu api
Tugu puncaknya mengeluarkan api
tak pernah padam di siang di malam
Kami menghilangkan letih beban dunia
Di kaki tugu
Selesai percakapan hidup dan kehidupan
cinta dan rindu
membunuh dendam
membunuh sekalian yang menjadikan duka
Tongkat putihnya menyusur jalan sampai tak tampak lagi
Di mata batinku masih jelas terlihat serupa tugu api
berjalan
Membaca tentang dunia ini fana
Tabalong, 2015
161
Kuriding : Berlinang Air Mata
Dendang musik kuriding
Di hulu banyu seluang mudik
Di atas jukung di arus sungai
Dari Bakumpai merasuk sukma
Jangan di patah jangan dibuang, sayang
Kuriding sasangkutan hati merindu
Merindu badan kekasih di rantau
Di rantau sayang berlinang si air mata
Mengayuh jukung mengayuh hati
Risau dedaun bakau risau pepohon rambai
Menyusur pesisir di mana rumah lanting
Tempat meraut bilah kuriding
Banyak orang berkata asli orang banua
Tidaklah kata cuma terendam di lidah
Batang terendam di kedalaman dirinya
Di mana angin semilir dari Bakumpai
Jukung berkayuh
menyisir arus sungai
Semata dendang pengayuh berkayuh
Berkayuh :
Empat si empat lima kuriding patah
Halinai terpendam di tanah pusaka
Apa dikata zaman berganti sudah
Kur sumangat bilahnya kuambil jua
Handil Bakti, 2015
162.
Basambang Di Dalam Surau
Tak ada rasa lapar dan haus
Tak ada nafsu duniawi di jiwa
Kecuali nikmat puasa yang rahmat
Bagi sekalian orang yang beriman
Di dalam surau basambang dengan khidmat
Ayatayat al quran yang dilantunkan
Menunggu sampai beduk berbunyi
Waktu untuk berbuka puasa
Di antara empat puluh satu macam kue
Kue pendatang baru bernama ipau
Telah dikerat mengisi piring berbaris
Dan ada yang mengatakan berasal dari Arab
Bersambang ditemani ipau tubuh berlapis
Tujuh lapis daging, sayur dan bumbu
Tujuh lapis rasa menghias kuliner Banjar
Bersambang nikmat menunggu beduk berbunyi
Kata syukur rejeki yang dilimpahkan Allah
Kepada hambanya yang dikasih sayangi
Tak ada kata dusta yang mendustakan
Segala nikmatnya yang dianugrakan
Wallohul Muwafiq ila aqwamith Thariq
Banjarbaru,2015
Basambang (bhs Banjar) = Ngabuburit ( bhs Sunda) :
Menunggu waktu untuk berbuka puasa.
163.
Jalan Kembali Membentang
: Milad Dimas Arika Mihardja
Kebajikan yang ditanam di jejak langkah
Buahnya lebat manis siapan pun boleh memetiknya
Untuk kebaikan kemanusiaaan
Karena dipetik sebiji buah berlipat ganda
Tak pernah letih semangat merkah senyuman
Keikhlasan dan santun duduk di bawah walau ada di atas
Kerendahhatian yang menjadikan birunya langit
Spektrum warna menjadikan busur pelangi
Aku memandang pelangi di langitlangit ruang hati
Dua raut wajah cahaya mata bersulang
Cinta dan rindu bersenyawa berenang di kolam jiwa
Lalu menyelam sampai jauh ke dasarnya
Tak pernah menghitung berapa sudah jumlah buah
Tapi kau tak pernah lupa menghitung detak jam
Detak jantung denyut nadi setiap kaki melangkah
Karena di ufuk warna lembayung semakin merah
Di tengah sungai Batanghari ketek mengapung
Berkasihkasihan dengan sang maha ke muara cinta
Aku melambai dari sebrang suka cita muncrat dari dada
Pintu gerbang kembali membuka kau melangkah
Jalan kembali membentang
Banjarbaru, 2015
164.
Wadai Ipau : Mekar Seraut Wajah
Masa kanak sudah akrab
Belajar mengaji dan sembahyang
Bersama ke surau bertarawih
Menapak jalan bersuluh obor
Di beranda rumah bubungan tinggi
Teman bermain cuk cuk bimbi
Di bawah rumah main ayunan
Sambil berlagu dendang
Burung punai tarabang tinggi
Bahinggapnya di puhun raman
Amun baayun talalu tinggi
Awak taambung marasa rawan
( Yun yun napan yun nana )
Nama lengkapnya Syarifah Fauziah Zen
Seharihari di panggil Ipau
Berbustan dan berlesung pipit
Alis lentik semut beriring
Waktu basambang di dalam masjid
Bertadarus al quran memang tradisi
Di dalam masyarakat Banjar
Menuggu waktu berbuka puasa
Berbuka puasa 41 macam wadai terhidang
Ketika mengharum salah satu wadai
Membuka lipatan masa lampau
Wadai Ipau mekar seraut wajah
Buka puasa
Syarifah Fauziah zen
Entah di mana
Banjarbaru, 2015
***
Berbustan : Karunia wajah bercahaya, suka berwudhu
Wadai : Kue. Basambang : Menunggu waktu berbuka puasa
Cuk cuk bimbi : Permainan anak-anak
165.
Kamar Altar
Adalah
Kalender robek
Surya s’makin tenggelam
Jalan bergegas
Maka jejak yang tertinggal
Tak lagi terhitung entah berapa jejak
Pada jalan usia yang s’makin umur
Semakin umur
Langit langit kamar
Serupa bintang bertabur
Riuh kepak lelawa
Riuh
Lelawa mengejar butiran bintang
Yang jatuh dari gugus wajahmu
Jatuh ke dalam ruang yang hampa
Ruang yang telah hampa
Jiwa yang mengosongkan beban dunia
Beban segala duka lara
Demikianlah riwayat kamar ini
Altar membasuh sekalian mimpi
Dan ribuan rupa yang tak dikenal lagi
Banjarbaru, 2015
166.
Kamar Tifa Nusantara
Jendela kamar membuka hati saling bertaut
Dan langit menyalakan rembulan dan menyulut bintang
bintang
Cahya memancar kesetiap ruang jiwa menyimpul tali percintaan
Yang datang dari segenap negri kasih sayang
Kasih dan sayang
Cahya bulan dan bintang
Jiwa yang terang
Malam jadi setanggi
Tifa menggitakan ratusan sajak ratusan jiwa mengombak
Menggitakan kapal kapal berlabuh dalam semilir birunya
langit
Dan bertambat pada dermaga kehidupan yang dibangun
bersama
Hati bersatu
Malam nian setanggi
Dermaga cinta
Malam ini malam penuh riwayat
Sebab bersatu hati tidak ada lagi perbedaan yang
dipersengketakan
Tidak ada lagi pemberhalaan dihiruk pikuknya roda zaman
Perdamaian mesti disuburkan di tanah negri tercinta
Penuh riwayat
Tahun senandung tifa
Di Nusantara
Harum bunga nusantara dalam kobaran api unggun senandung
tifa
Sajak membubus dalam hembusan semangat jiwa
Pada jendela kamar yang senantiasa terbuka
Bagi siapa saja yang menggenggam cinta
( coda :
Cinta berbunga
Aroma jagung bakar
Di api unggun )
Tangerang, 2015
167.
Jendela Kamar Bambu
Mawar merekah
Teringat bunga desa
Pagi di Jember
Wirama dari pepohonan yang mengitari rumah rumah bambu
Menjadikan wirasa lain di pagi yang berkemilau embun
Aku serupa burung kenari yang menari nari dari ranting ke
ranting
Aroma mawar yang bergayut di sayap angin
Napas pun menjadi harum
Pagi mengintip
Gadis mencuci mimpi
Sungai perawan
Dari sekian dusun di pelosok pelosok tanah negri
Demikian pula di sini sebuah dusun yang tentram dan damai
Ketika ayam jantan berkokok di dini hari dan kumandang
azan
Ucapan syukur pada Illahi Rabbi limpahan rahmat dan
nikmat
Jauh dari kebisingan dan polusi udara kota
Dusun yang tentram dan damai
Rumah bambu berhalaman rerumpun mawar
Jambun cahaya pagi
Dari jendela :
Mengintip ulat
Berubah kupu kupu
Dari kepompong
Narasi ini kala pagi pada sebuah taman
Cahaya mentari jambun
Ada sepoi angin yang mungil melayang layang :
Di ranting pagi
Kupu kupu dan mawar
Berayun ayun
Jember, 2015
168.
( Dalam Kamar 3 X 3 : Kutulis Haiku )
1.
Angin kembara
Rintih pucuk cemara
Wahana senja
2.
Kukejar ya Rabb
Sampai ke batas hening
Rindu bercinta
3.
Di bawah bulan
Bayangan itu pergi
Ini terakhir
4.
Sajadah hening
Doa setitik cahya
Seribu bulan
5.
Angin membelai
Bulan di ujung ranting
Rindu berayun
# Surabaya, 2015 #
169.
BEDIL
( Pucuk daun sirih tangkup batangkup urat
Manyampuk di padang mandura si mandurasih
Di muhara lawang wayah sanja babatis tunggal
Manawak tanah malai tawak
Tawak ka matahari pajah )
Dentuman dahsyat
Maka terbanglah merah putih ke puncak tiangnya
Melukis langit sejarah masa silam
Dimana pahlawan
meletuskan bedilnya
meletuskan semangat juangnya
mengikis imprialis kolonialis
Tanah merah darah mengalir sungai airmata
Alunalun sekarang tak seperti alunalun dulu lagi
Begitu dentuman memercik api
Orangorang dihalau bagai kerbau masuk kandangnya
Orangorang seperti tidak pernah memiliki negri
Dentuman itu menggema lagi. Cakrawala kelabu dan pecah
Hujan pun turun. Deras bongkahan airmata langit
Dan orangorang pada lari dan alunalun pada sepi
Tribun juga pada sepi kursikursi jadi sepi
Masih tegar gebyar merah putih
Gebyar gebyar dentuman demi dentuman
Di tengah alun alun adalah seseorang yang tak pernah dikenal
lagi
Masih hidmat menghormat merah putih
Dalam guyuran hujan sepuluh Nopember
Di negri ini perjuangan masih panjang mengisi kemerdekaan
Orang orang dengan semangat dan dedikasi kuat terus
meningkatkan kecintaan
Di antara itu orang orang berjubel mengaku pahlawan
Dan para koruptor terus mencuri kesempatan
( Dundang dundang si dundanglah sayang
Kamana jua bauntungai lakun lanya lalakun badanku
Langit nang barakun bauntungai langit nang barakun
Kadap rasanya kadap bauntungai panjanak )
Dentuman terus juga menggema
Di tengah guyuran sepuluh November
Seseorang yang tak pernah lagi dikenal
Hidmat mengalun doa di pintu pusara
Pahlawan pahlawan yang gugur
Masih memeluk bedilnya
Banjarbaru, 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar