Edisi 6
Madura : Ombak Laut Jiwa
Di bibir pantai Lombang seluasluas mata memandang
Ombak yang mengalun dalam desiran angin lalu mencium
pantai
Hati siapa yang tidak kan tersentuh manakala kelepak
camar di pucuk cemara udang
sesayup terdengar : Ngapotè wak lajârâh è tangalè,
Rèng majâng tantona lah padâ mole
Di kulminasi ombak yang biru bekejaran putih membuih
Merajah garam
kehidupan di pantai jiwa lalu berkisah
tentang orangorang
penakluk laut dari zamankezaman
Paddhuwang perahu yang
abental ombek asapok angèn salanjânggah
Zaman terus berjalan dan berganti rupa beribu rupa
Tetapi ombak laut selalu menyatu jiwa dengan pantainya
Mendendebur gemuruhkan petuah pusaka :
Berbantal syahadat berselimut iman
Madura, 2014
Catatan :
: Ngapotè wak lajârâh è tangalè, = Layar putih mulai
kelihatan
Rèng majâng
tantona lah padâ mole = Nelayan tentulah sudah pada pulang
abental ombek
asapok angèn salanjânggah = Berbantal ombak
berselimut angin
sepanjang malam
101
Songènèb : Buih
Buih Kehidupan
Seusai ombak mendebur
pantai tampak dalam ingatan perahu karoman
penjelajah laut.
Perahu perkasa penakluk laut : Hopla !
Layar terkembang berkisah tentang orangorang yang
berbantal ombak berselimut angin
Legendaris yang
dicatet dalam sejarah pulau garam
Saat menyusuri sepanjang pantai sampai jauh kesemenanjung
Membaca aksara rajah buih ombak yang menghampar lemak
manis garam kehidupan
Desir angin padang luas mengepul sorak sorai : E eeee
sape menggir duli menggir
Kerraban sape saban taon latanto rame, turur seorang
lelaki berkumis melintang
Tradisi budaya yang masih lestari
Di sebuah taman
pusat kota, saat matahari di pucuk Albizia
Aku menemukan rujak yang tak pernah kurasakan dari rujak
yang lain
Lebih lengkap nikmatnya bila dikasih lontong, kata
seorang gadis santri
Hening mengembang tatkala alunan azan menyejukkan kalbu
Sumenep, 2014
102
Suramadu : Jembatan Jiwa
Jembatan pada hakikatnya
penaut jiwa yang satu ke jiwa yang lainnya
yang melahirkan perdamaian dalam gerak kehidupan
Tetapi adakah orang yang mengerti
Tentang hakikat jembatan itu
Tak ada sengketa antara manusia
jika dalam dirinya terbangun jembatan perdamain
Alangkah eloknya jembatan
damai isi bumi damai di isi hati
Tafakur di malam
purnama
Lampu yang kemilau di jemabatan Suramadu
membaca maha benar
segala firmannya
Surabaya, 2014
103
Di Tugu Itik
Aku pangeran kerajaan
hatinurani
Yang lahir dari rahim
kindai katakata
Pulungan anak banua
Empat puluh anak
babangsa di kanan
Empat puluh anak
babangsa di kiri
Dari kerajaan puisi
Aku pangeran tutus
pusaka yang punah
Bersemayam di gunung
jiwa bersemayam di lembah hati
Gerincing jerit di sunyi
Hutan ranggas rimba
mati gunung runruh guntung mati
Sungai yang kering
banjir airmata
Di sana sini kerajaan
pendusta dan pendosa
Di lubuk badangsanak aku
mandi di sumur darah aku bertapa
Kutulis puisi rajaraja
pencuri mahkota
Kutulis puisi anak banua
kehilangan ruh tanahbanyunya
Aku pangeran kerajaan
hatinurani
Yang lahir dari rahim
kindai katakata
Danau mati hadangan
kalang sunyi
Danau mati itikitik
sunyi
Kutulis puisi
Kemabalikan Candi Agung
keasalusulnya
Amuntai, 2014
104
Rindu Danau
Danau mongering
Lenguhan kerbau kalang
Tempat berkubang
Semakin menyayup lenguh kerbau kalang kehilangan danaunya
Puluhan tahun tempat berhabitat turun temurun
Ada kehidupan lain yang memaksa hidup di sini
Menjadikan kerbau kalang terasing dari negri sendiri
Amuntai hanya menatap perih lukanya
Amuntai,2014
105
Kamar 027
Kau
kah dalam bayang pohon kehidupan
Mengejar bulan di tengah serbuk bintang
Serupa kepak lelawa melintas cahya
Mengetuk ngetuk jiwa
Ketika mata menetes linangan impian
Angin menderai hari hari masa silam
Lalu
kau pungut selembar hari yang luruh itu
Yang melayang dan jatuh di ubin lantai
Lalu kau tulis di selembar hari
Risalah rindu dendam kehidupan
Lalu kau tebarkan ke angin malam
Sebelum bulan tinggal seiris
Kau tebarkan ke angin malam
Melayang bersama segenap impian
Dan jatuh ke ruang jiwa
Risalah kehidupan kita
Sidoarjo, 2014
106
Kamar 223 : Masihkah
Pagi yang berangin sepoi kubuka jendela
Tabebuya aurea bermekaran sepanjang jalan Embong Malang
Sakura bisikku tatkala harum kelopak mekar lengket di
kaca jendela
Lengket di bangku musim hanami Osaka Mint Bureau
Masihkah kau di sana
Masihkah perahu kita melancar di tengah Sungai Okawa
Dan kecipak sayap sepasang angsa bermain ombak
Ketika sekuntum sakura
luruh di pangkuanmu
Lalu kusunting di
rambutmu
Masihkah kau di sana
Menatap sepanjang jalan Embong Malang
Menatap seraut wajah dalam bayang
Luruh ke ubin lantai kenang
Surabaya,2014
107
Saat Terjebak Lahir Sepasang Pengantin
Sepanjang jalan macet barisan mobil empat jam terjebak
Tak ubahnya kura kura mencari celah untuk merangkak
Jam yang berdetak menggelisahkan arah tujuan
Dan tak bisa lagi menghitung perkiraan
Kubaca sajak membujuk hati yang menggelucak
Kubaca sajak yang paling romantis
Dekat jendela kaca kakek dan nenek yang duduk
Bersulang senyum dan wajah gairah pengantin remaja
Bus yang lepas dari pasungan berlari bagai kilat
Seperti berpacu dengan matahari yang akan lengser
Di perapatan jalan bus berhenti sepasang pengantin itu turun
Mengangguk dan mekar senyuman padaku
Tegal-Indramayu,2014
108
Indramayu : Seekor Kijang Melompat
Dari Lohbener
masuk ke jantung kota
Pada sebuah jendela yang terbuka
Kamar beraroma dupa setanggi
Seekor kijang melompat ke atas menara :
Nyi Endang Darma Ayu selesai mandi di embun pagi
Tubuh yang elok paras rembulan malam
Gending kelana kencana wungu mengalun
Melayang selendang pelangi di tubuhnya
Seorang pahlawan wanita yang patut dalam sejarah
Jika memilih yang mana lebih cantik antara ke dua
jelita
Nyi Endang Darma Ayu dan Putri Junjung Buih
Mesti semadi empat puluh hari empat puluh malam
di rakit gadang bertiang tebu merah beratap kain kuning
di semburan laut tanjung puting
atau di makam Syeh Sarief Hidayatullah di mana deburan
laut utara
Di Masjid Dermayu tatkala azan di langit biru
Menghampar sajadah mencuci segala letih hiruk pikuk
kehidupan
Mencuci nafsu yang memberhalakan duniawi
Indramayu
Seekor kijang melompat ke menara jiwamu
Melompat ke dalam sukmaku
Indramayu,2014
109
Kamar 018
Parfum discotek di sebrang jalan
Lampu kamar jadi merah
Dingin angin malam
Menggigil sekujur ranjang
Lampu semakin merah
Dinding kamar berupa bayang
Pergumulan wajah sendiri
Jatuh di ubin lantai
Jatuh di perut malam
Di terminal bus masih datang dan pergi
Aku bergegas mencari secangkir kopi
Mengusir aroma mimpi
Bungurasih,2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar