Sabtu, 27 Juli 2024

 


Antologi Puisi Arsyad Indradi

KAMAR

Desain Cover : Alvin Shul Vatrick 

Penerbit :

Kelompok Studi Sastra Banjarbaru

Kalimantan Selatan

 

 

Pengantar kecil

 

Alhamdulillah Antologi Puisi saya yang bertajuk KAMAR ini telah rampung.

Antologi Puisi ini adalah perjalanan saya dari kota ke kota di Indonesia dimulai 2011 – 2016 dan ditutup puncak perjalanan di Tanah Suci.

Dari eksplorasi perjalanan ini dituangkan ke dalam 180 puisi yang dihimpun dalam sebuah antologi puisi bertajuk “  KAMAR “.

Semoga buku puisi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi diri saya sendiri terlebih lagi bagi orang lain.

 

Banjarbaru, 2017

Arsyad Indradi

 

 

Edisi 1

 


 
Tanah Lot Pada Kamar 5
 
Di senja itu di Tanah Lot 
Kaukah di puncak ombak yang gemuruh mengejar tebing batu
Sayupsayup lenguh angin menyimpan warna senja  manakala matahari jatuh dalam pelukan bibir laut 
Aku masih di sini tak ingin sedikit pun beranjak menatap seluasluas laut
Menatap sukmamu nun di kaki langit di putih buih ayatayat utsaha dharma
 
Seusai ombak melontar pantai 
Sepiyangrisau sekeras jerit tebing batu di batinku
Menjadikan sukmaragaku luruh di pasirpasir
Buihbuih merajah seluruh tubuh 
Angin yang melengguh di rambutku melaras mantram tri sandya
 
Tanah Lot sudah tidak bersenja  lagi
Aku yang kehilangan manusia di tubuh fana
Di goa yoga aku bersoja
Sekuntum kemboja kau sunting di  telingakananku kau pasak sebutir beras di antara
ke dua keningku secupak air pura menyiram wajahku 
Kau sucikan manusiaku yang berklesa
 
Setiap aku merindu
Tanah Lot ini memberi jendela kamar menatap seluasluas laut
 Menatap sukmamu nun  di kaki langit di putih buih ayatayat utsaha dharma
 
Bali, 2011
 
 
2)
 
Lumpur Lapindo
 
lumpur lapindo
lumpur muntah manusia rakus
terus membuncah
 
sidoarjo sudah kehabisan airmata
kemana jerit mengadu duka
 
tanyakan kepada bumi
akankah berakhir derita ini
 
Sidoarjo, 2011
 
 
3 )
 
Dalam Kamar 111
 
Kubakar tubuhmu
Dalam pedupaan malam
Agar angan anganku mencair
Jika besok mentari terbit
Tak pernah lagi menjadikan pudar kehidupan
 
Nyalamukah yang bergoyang dalam tatapan
Wanginya harum bibir pijar
Aku mendaki puncak letupan dadamu
Berpacu pada bubus asap nafasmu
 
Gerai rambut lelatu
Menguntai bara liar
Pada kamar nyala damar
Berturai menyibak kelam
 
Tubuhmu tubuh tak lagi lelaki
Apa yang kau harap dari sembunyi
Inilah semata dusta semesta
 
Pada tarikan gorden penghabisan
Kau lepas burung burung di alir cahya
Dengan kepak dan kicau :
Selamat pagi wahai insan yang merindu
 
 
Malang  2011
 
 
4)
 
Dalam Kamar 230
 
Tubuhmukah di atas tubuhku
Persis seperti dulu
Seperti akan menjadikan aku kembali berdua
 
Getar bibir memetik katakata
Yang masih jelas kau untai
Di dinding kamar ingatan
 
Begitu tulus
Dalam dosa dan doa
Tubuhmu luka
 
Tangan cuma meraba raba kesekalian dinding
Gulita yang membungkus tubuh kita
Membungkus sekalian angan angan
Dalam kamar 3 X 3
 
Aku pelita
Kehilangan cahaya
Tubuh nestapa
 
Aku berlari apakah kau disana
ke loronglorong cuma kosong ke padangpadang cuma ilalang ke batubatu cuma batu  kupetik bintang cuma kunangkunang siapasiapa cuma dusta
Setelah itu tinggal bayang
 
Tubuhmu masih di atas tubuhku
Getar bibir : Tuhan jangan kau tinggalkan aku
 
Malang, 2011
 
 
5)
 
Dalam Kamar 045
 
Kumasuki dirimu
Tenggelam ke dasar angan
Seperti seribu tahun
Musafir gila
 
Antara bumi dan langit
Hampa semata
Engkau semata entah
 
Dalam hampa aku merindu
Dalam entah aku menyeru
Semata hanyalah cuma
 
Dirimu ternyata jika
Saat kubuka jendela negri
Jendela hati sarat mimpi
 
 
Yogya, 2011
 
 
6)
 
Dalam Kamar 010
 
Jatuh buah mahoni
Serupa kincir angin
Mataku jadi kaca
Menetes anak lelaki
Kehilangan ibubapa
 
Sejak ia lahir di negri ini
Sudah makan buah mahoni
Tuhan tidak
Kau yang menanam di tubuhnya
 
Buah mahoni berguguran
Dipungutnya kembali lalu diterbangkan
Serupa kincir angin
Mencari kasih sayang
 
Kutulis namamu
Di kamar kaca buram airmata
Kutulis namaku
Sampai teduh airmata
 
Barabai, 2011
 
 
7)
 
Dalam Kamar 029
 
Kenari di atas ranting
Kicau sesuka hati
Kini kau terbaring
Mimpi mengusik hati
 
Mengejar bayang padang risau ke mana angan ke mana langkah 
Senja luruh lembayung sampaikah tak cuma
Kenari kepak sayap angin seribu langkah ranting bergoyang
 
Senja luruh lembayung
Malam luruh kelamnya
Jalan tiada berujung
Kerlip bintang apa artinya
 
Dalam kelam mata terpejam
Kuasap dupa kembang setanggi
Kamar kenduri meracik mimpi
 
 
Sidoarjo, 2011
 
 
8)
 
Dalam Kamar 606
 
Kudaku melompat dari kaca jendela
Di punggung kuda aku kehilangan peta
Bau keringat angkot yang melata dan dibalik gedung bertingkat rumahrumah kardus tumbuh di gurungurun dan bukit batu dan monas jadi berhala aku kehilangan Jakarta
 
Aku baca puisi di punggung kuda jingga berkaki kelana
Aku cari ciliwung tapi entah di mana
Aku cari betawi kaukah di sana
Aku cari saudara di mana kuburnya
Kudaku melompatlompat dikedalaman risaunya
 
Kudaku jingga melompat dari jendela
Dalam pelana duka mencari Jakarta
 
Jakarta, 2011
 
 
9)
 
Dalam Kamar 001
 
Sejak kehilangan ibu tak pernah lagi aku merasa anak
Kakiku tumbuh roda pedati pada sebuah arca negri
Di kaca jendela orang orang merayakan hari ibu
Dikedalaman rindu aku mencari ibu
Kuucap salam tapi kau diam aku berharap kau cuma menatap
 
Di mana mana orang orang merayakan hari ibu
Di mana mana orang orang menjadikan berhala
Aku tak pernah lagi mau menyebutmu ibu karena kau kehilangan ibu
 
Di kaca jendela roda pedati menghela arca negri
Anak anak negri tak pernah berhenti merajut mimpi
 
Banjarbaru, 2011
 
 
Edisi 2
 
10)
 
Kamar Melati
 
Saat gerimis pagi membuka mimpi
Melati yang kau tanam di taman hati
Bulan berenang di wajah Mahakam
Serupa arwana mengibasngibas ekornya
 
Saat kubuka jendela kucium aromanya
Membingkai di kaca serupa rupa
Kueja sederet kata memakna nama
Setiap tetes gerimis rindu terlukis
 
Bias gerimis tipis sungguh mengiris
Tak mampu masuk ke dalam masa silam
yang terpendam dalam lipatan kelam
Melati kutafsir sebuah mimpi
 
Samarinda, 2011
 
 
 
11)
 
 
Gunung Lipan Kamar 014
 
Sebuah negeri dari keringat dan darah
Dari tulangbelulang galian sejarah nenek moyang
Anggang dijunjung tinggi di tiang balai
Adalah cinta negeri etam turuntemurun
 
Dari kaca jendela becermin menjenguk ke dasar diri
Membaca rawi mantera yang telah diajarkan
tersurat di wajah Mahakam urat nadi gunung yang batu
hutan yang rimba bukit yang lembah
 
Gunung Lipan ribuan lipan yang merubah rupa
Gemerlap manik tudung saji jantungnya kota
Satu persatu lepas dari tubuhnya
Etam kehilangan tanah pusaka
 
Gunung yang menyimpan batubara runtuh
Hutan yang menyimpan rimba luluh
Mahakam jadi kubangan tonggkang hitam
Wajahnya yang jernih hitam legam
Gelondong pohon serupa buayabuaya tenggarong
 
Kau tak pernah menahu kesedihan etam
Karena kau halimatak yang tamak
Suatu masa etam menyempurnakan damak
Damak menyempurkan keadilan
 
Samarinda, 2011
 
 
12)
 
Di Kamar 127
 
Memandang jembatan Ampera teringat Bung Karno
Memandang rumah apung teringat tanah Banjar
Mekar senyum mengalir di alir Sungai Musi
 
Di gigir pantai Bentang Kuto Besak perkasa nian
Dan museum Sultan Mahmud Badaruddin II
Mencatat sejarah itu sejarah Sungai Melayu
 
Lewat jendela sejarah kubaca batang tubuh Lembang
Anak kecil nan elok lahir dari rahim Sungai Melayu
Di asuh putri cantik jelita Putri Ayu Sundari
Dan diasahasih Sang Sapurba juriat Iskandar Zulkarnain
Maka ramailah orangorang ke Palembang
 
Di arus Sungai Musi kudengar dendang
Bukit Seguntang Mahameru :
Cindonyo rai cindo la kato bebaso dimano juo
Lalu aku berketek di dayu angin :
Sarumpun tanah malayu Ikatsimpul kita basatu
 
Di tengah hirukpikuknya  lalulalang di jembatan Ampera
Hirukpikunya lalulalang di Sungai Musi
Orangorang bergegas membahasakan nasib jembatan itu
Seperti membahasakan nasib seorang tua yang renta
 
Palembang, 2011
 
 
13)
 
Sampan Cinta Di Sungai Musi
 : Dimas Arika Mihardja,Diah Hadaning, D.Kemalawati
 
Kita tampung airmata rindu kita
Jadi sampan kasih sayang
Di alir musi dilabuhkan
Kayuh batin ke palingmuara
 
Sekali pun ajal tiba
Tak mampu menenggelamkan
Cinta yang telah dilabuhkan
Di sini, di ruh kita
 
Palembang,2011
 
 
 
 
14)
 
Di Kamar Pintu
 
Angin yang lembut
Burung riang berlagu
Di kota Tebo
 
Nyanyian pagi
Berkayuh ketek di Danau Sigombak merdu kecipak ombak
Sekawan angsa putih terjun ke danau
Cahya pagi yang memantul di alir air kemilau
 
Kaki melangkah kata bismillah
Risalah batin yang membentang langit biru
Kota yang memberi danau kemilau
Harumnya narasi pagi
 
Aliran napas
Harum narasi pagi
Untaian zikir
 
Tafakur di ubin lantai
Makam Sultan Thaha Saifuddin, kubaca sejarahnya
Seperti aku membaca Sultan Adam yang bermakam di hatiku
Negri seloka menyimpan tanah pilih
Di kedalaman jantungnya
 
Kuasapkan harum setanggi  di prasasti
Wajah  tak pernah  pupus dalam sanubari
Duduk bersimpuh masuk dalam percakapan batin saling merindu
Hari yang berjatuhan dan lenyap  ditiup waktu tapi kau masih seperti dulu
Sahabatku : Ari Setya Ardhi
 
Dalam puisi
Ari Setya Ardhi
Tak pupus waktu
 
Nyanyian pagi masih berembun di daun daun
Masih terdengar kecipak ketek di Danau Sigombak
Danau Sigombak taman angsa angsa
Melahirkan cinta dan kasih sayang
 
Angsa berenang
Terbang melukis langit
Di kota Tebo
 
Tebo, 2011
 
 
 
15)
 
Dalam Kamar DAM
 
Di ranjang kehidupan
Kami tidur berdua satu jiwa
Memakna riwayat rindu kesumat
 
Kemana menghilang, bisikmu
Tidakkah kau beri aku mimpi, jawabku
Kau mengakak purapura tak tahu
Aku mencuri intip
Dua bidadari mandi di Batanghari
Lan Lan dan Yessika adalah api katamu
Membakar kita terus berkarya
 
Pagi itu aku mempelajari diri
Pada sebingkai potret diri
Dilukis Nabila Dewi Gayatri katamu
Sungguh elok makna persahabatan
 
Jambi, 2011
 
 
 
16)
 
Dalam Kamar 229
: Lis
 
Di Kali Berantas
Tanpa layar tubuh hanya semata dayung
Tak sekali panas tak sekali hujan
Dan tak pernah lagi menghitung entah berapa  lengsernya malam lengsernya siang
Angin yang menggemuruhkan ombak tak sekali melempar ke tepian
Terus juga mencari muara di arus airmata
Adakah muara di kedalaman anganangannya
Kali Berantas yang semakin dangkal dan tanpa diduga meluap
Dan entah ke mana menyurutnya
 
Senja itu seketika aku terpana
Ada serupa dermaga di kaca jendela
Di kaca aku berkaca wajahmu luka
Kali Berantas menjadikan kamar ini danau riwayat
 
Kita cuci perihnya luka di kedalaman danau sepanjang senja
Dari keterasingan mata orangorang dari sebuah negeri yang gagal
Pada lembayung penghabisan kita tutup jendela
Tangan yang tak pernah terkulai mencari muara
Kali Berantas tempat berlabuh sebuah makna cinta
 
Malang, 2012
 
 
 
 
17)
 
Pelangi Di Dinding Kamar 227
 
Gerimis tak redareda di kaca jendela
Membuka kunci risalah yang kukembojakan
Di wajahbatumu epitaf masa silam lalu membias
Tak sempat aduhku di buram kaca
 
Perempuan bermata jambon menggendong anaknya
Pelangi yang membusur ribuan warna
Aku hanyut dalam tembangnya
Kukatupkan mata menatap jambonnya
 
Pelangi mengapungkan aku pada cairan warna
Menggali cinta dalam kamar hampa
Perempuan itu dalam tangis gerimis menatap anaknya
Tidur dalam pangkuanku
 
Sampai senja habis dan gerimis menipis
Anak puisiku masih lelap dalam dekap
Ibunya begitu pelan menutup gorden jendela
Agar kelopak kemboja tidak jatuh di keningnya
 
Malang, 2012
 
 
 
18)
 
Laron berzikir Dalam Kamar 227
 
Di kaca jendela bau cendana
Laron merubung lampu kamar
Sayapsayap yang patah menggelepar
Luruh : Jangan kau padamkan pijar
 
Sajadah cahaya menuju segala maha
Tangis duka cendana mencari makna
Bumi dan langit yang telah menjadi hampa
Sesudah itu kembali berpadu dalam pijar cahaya
 
Kupunguti sayapsayap yang luruh
Dalam aminku yang penuh
Kaca jendela cermin hati yang teduh
 
Malang, 2012
 
 
 
19)
 
Dalam Kamar 149
: Tatik
 
Seperti harikehari
Kali Brantas mengaruskan seribu rahasia kehidupan
Menghanyutkan ke palinghilir
Membayangkan ruang kamar sebuah muara
Seperti halnya semesta dalam galau cuaca
 
Setelah tercebur dan hanyut
Tak tahu lagi entah berapa senja sudah ada disini
Di batubatu kali bayang fatamorgana
Di kaca jendela seperti tangis dalam gerimis
Kehabisan airmata kehabisan katakata
 
Di atas  ranjang waktu masih terdengar kesumat rindu sampai dipalingalir lalu gerimis itu sampai memburamkan kaca jendela sampai mencair butiran duka basah di wajahmu basah dalam pelukanku
Jangan biarkan tubuhmu jadi arca gelisah lukaluka jangan biarkan perih jadi abadi di batinku
 
Setelah Kali Brantas menutup gorden jendela
Matamu kau jadikan gemintang di langitlangit kamar
Lalu menghapus beberapa nama dan menulis nama aslinya di dinding kamar :
Aku ingin pulang kehakikat perempuanku
 
Malang, 2012
 
 
 
 
20)
 
 
Dalam Kamar 06
 
Bagaimana tidak Puncak Cisarua menjadikan aku bergegas mencari persembunyian
dalam kamar meluput dari serbuan dingin
Kaca jendela bukan lagi kaca
Sehingga kebun teh membubung gumpalan uap putih puncak gemunung
Aku gelisah mencarimu tempat berdiang
Di bawah merkuri semacam ada lampu mengerdip
Tapi aku amat malas membeli api di sebuah vila
 
Di ruang gedung
Masih berkongres berlanjut dengan seminar dan diskusi
Literatur dan literasi serupa burung kertas terbang melayang
 
Dan malam yang romantis dan fantastis
Mereka membakar dirinya sampai jadi arang bahkan jadi abu
Ramai ramai melontarkan puisi sampai ke puncak Puncak
 
Halimun yang turun menggelarkan tirai embun
Halaman berupa padang rumput menjadi hijau lumut
Telah mencatat peristiwa itu dalam kitab khazanah kesastraan Indonesia
 
Cisarua Bogor, 2012
 
Catatan : Impresi Kongres KSI II, 23-25 Maret 2012,Wisma Argamulia
 
 
 
 
21)
 
 
Dalam Kamar 109
 
Mendulang cinta dalam kamar sukma
Eksplorasi dahaga sampai pagi membuka gorden jendela
Kaukah yang memancar nun di timur
Mengicaukan burungburung padang sunyi
 
Berkaca di kaca jendela menafsir cahaya
Dalam renung di kedalaman diri
Dulang tak cukup mengitung tapakjejak pada jarak
Dan mata tak cukup pada batubatu ayatmu
 
Ubin kamar tempat membasuh airmata
Di dasar dukalara menatapmu di dinding kamar mendamar
Bergegas ke pintu jendela
Sampaikah doa
 
Mendulang cinta
Tak habishabis renung pendosa
Sujud di kakinya
 
Malang, 2012
 
 
 
 
22)
 
 
Di Kamar Ungu
 
Saat mewedang cahya pagi
Saat menanti angin melintas wangi
Saat kucari harumnya kutengok cakrawala
 
Pada kaca jendela masih terdengar kepak sayap
Angan yang kulepas entah kemana lenyap
Kugali diri dalam buncah resah
 
Lalu mengalir di alir nadi
Hanyut pada dinding kamar
Tibatiba tumpah di ubin lantai
 
Tuhan beri aku secangkir duka
Agar menghapus dahaga dosa
 
Banjarbaru, 2012
 
 
 
23)
 
Dalam Kamar Ekstase
 
Lelangit kamar
Bertabur cahya bintang
Tangan tak sampai
 
Jelajah pada dikedalaman malam
Dan bimbang setiap persimpangan 
Raga dan jiwa semakin bersimpuh
Manakala semakin jauh
 
Kepak lelawa
M’lintas kaca jendela
Kamar menyepi
 
Mengalir keheningan jiwa
Mengalir sampai tak berhingga
Menggali angan angan yang terpendam
Dalam misteri kehidupan
 
Menafsir jejak
Misteri kehidupan
Kamar ekstase
 
Banjarbaru, 2012
 
 
 
 
24)
 
 
Dalam Kamar 101
 
Kaca jendela pecah
Aku pun menggelepar dan jatuh
di ubinubin lantai
 
Tersebab angan
Tak sampai dari tangan
Kelam di nian
 
Dideras napas nafsunafsi
tubuhku begitu nista
Terdampar di tubuhmu
lalu tenggelam di lampu padam
 
Di luar kamar
Cuma kepak lelawa
Melintas kelam
 
Tak  mampu diri  menolong
Dan kamar tak ada lorong
Dinding batu
 
Tanganku gemetar
membuka gorden jendela :
Aku kehilangan tuhan
 
Tuhan di mana
Jangan tinggalkan aku
Siluet malam
 
Surabaya,2012
 
 
 
 
25)
 
Pada sebuah Villa kamar
 
Udara apa
Melompat dari bukit
Malam menggigil
 
Masuklah pintu tak berkunci
Demikian gemerisik rerumpun anggur
Jantungku mendebur
 
Gorden bergoyang
Dalam bayangan malam
Lengkingan sepi
 
Tak habis aku mengerti
Langkah apa yang membawaku kemari
Hingga tubuhku jadi kaku begini
 
Di tabir kelam
Dua b’las bidadari
Bermata jambon
 
Sebuah villa di kota Batu
Memberi sebuah kamar
Kucium aroma mawar
 
Kota Batu, 2012
 
 
 
 
26)
 
Dalam Kamar 103
 
Bias jingga senja di kaca jendela
Apakah kau akan sampai padanya
Menghela seperangkat usia
Aku tengadah menyusur jejak langkah
 
Pada cermin waktu
Jenggot semakin panjang
Tak mampu mewarna lain
Putih kian memutih
 
Antara ada dan tiada
Kau kah di muara pintu senja
Di atas sukma sajadah
Zikir, aminkan fitrah
 
Malang, 2012
 
 
 
 
27)
 
Di Jendela Kamar 142
 
Assalamualaikum
Wahai maha berkendara nur
Terima kasih kau pinjamkan lagi diriku
Kembali musafir menyukur nikmatmu
 
Assalamualakum wahai mahoni
Di ujung gemerisik daunmu
Tetes embun di jiwaku
Melapangkan langkah tapakjejakku
 
Assalamualaikum wahai 142 penyair
Bulan kau cahyakan dalam mimpiku
Angin menjadikan napasku semilir
Riak ombak memakna laut anganku
 
Selamat pagi kekasih
Kupetik fajar di matamu
Yang kau tanam dalam kasihsayang
Pagi ini kubaca rawi  : nyanyian seribu burung
 
Sidoarjo, 2012
 
 
 
28)
 
Di Kamar 181
 
Kau tanam anggur di tubuhmu
Ini mahar dari nikah rindu katamu
 
Kutemukan kelelakianku yang hilang
Di kelopak kuncup bunga yang memerkah
 
Petiklah yang paling narum katamu
Sebelum lepas dari tangkai waktu
 
Malam itu kusuling anggur dari rahimmu
Kujadikan tinta catatan pengembaraan
Kapal yang bertolak di luasnya lautan
 
Luasnya lautan katamu adalah arung kehidupan
Adalah nikah kita dalam rindu dendam
Melunas rindu dendam kita sayang
 
Surabaya, 2012
 
 
 
29)
 
Dalam Kamar 026
 
Ada yang menyelinap di pembaringanku
Saat  ingin berbaring
 
Aku ingin menyalakan lampu
Entah apa tibatiba bulan di kaca jendela
Dan kulihat sekuntum mawar di vas bunga
Tak tercium lagi  aroma harumnya
 
Aku terperangkap di seraut wajah
Dan mabuk dalam kristal mimpi
 
Pasuruan, 2012
 

  Antologi Puisi Arsyad Indradi KAMAR Desain Cover : Alvin Shul Vatrick   Penerbit : Kelompok Studi Sastra Banjarbaru Kalimantan S...